Peserta dan Orang Tua Keluhkan Kamar Mandi hingga Kebersihan Lokasi Jambore Pramuka Internasional

JAKARTA - Jambore Pramuka Dunia ke-25 yang berlangsung di Saemangeum, Provinsi Jeolla Utara menuai keluhan dari para peserta dan orang tua mereka dari seluruh dunia, menilai penyelenggara tidak siap dan tidak profesional.

Keluhan telah meningkat atas berbagai masalah, termasuk kegagalan untuk melindungi peserta dari gelombang panas, kekurangan fasilitas sanitasi serta masalah komunikasi dan sanitasi.

Salah satu peserta mengatakan kepada The Korea Times pada Hari Kamis, toilet tidak cukup untuk menampung lebih dari 43.000 peserta.

Sementara, fasilitas mandi untuk pria dewasa masih belum siap, meskipun tiga hari telah berlalu sejak kamp pemuda internasional terbesar dimulai pada Hari Selasa. Dia juga mengatakan fasilitasnya kotor dan tempat sampah meluap.

"Setiap subcamp seharusnya memiliki fasilitas sanitasi untuk peserta laki-laki, perempuan, non-biner dan penyandang cacat," kata seorang peserta dari negara Eropa yang meminta untuk tidak disebutkan namanya, melansir Korea Times 3 Agustus.

Jambore Pramuka Internasional 2023. (Sumber: WSBureau Inc./JP POUTEAU)

"Ini hari ketiga di sini dan kami tidak memiliki kamar mandi untuk pria dewasa. Selain itu, fasilitasnya sangat buruk. Kotor, penuh serangga dan kutu," ungkapnya.

Dia menambahkan belum ada cara yang tepat untuk membersihkan piring dan membuang sisa makanan, sehingga tempat sampah meluap.

"Saya pribadi khawatir wabah epidemi hanya masalah waktu," katanya.

Diketahui, Jambore Pramuka Dunia yang diadakan setiap empat tahun, kali ini dihelat di perkemahan seluas 8,84 kilometer persegi di pantai barat Negei Ginseng.

Acara ini diadakan di dataran pasang surut reklamasi yang luas, dengan suhu yang naik hingga hampir 35 derajat Celcius di wilayah tersebut pada siang hari, suhu di dalam tenda jauh lebih panas, membuat banyak peserta meninggalkan tempat berlindung mereka untuk mencari tempat lain yang menawarkan keteduhan.

Penyelenggara mengatakan mereka telah menyiapkan 1.720 tempat perlindungan matahari dan terowongan sepanjang 7,4 kilometer yang dikelilingi tanaman agar peserta dapat menghindari panas. Tetapi, mereka tidak berbuat banyak untuk mencegah penyakit yang berhubungan dengan panas.

Tujuh belas fasilitas medis, termasuk lima yang menawarkan layanan medis darurat, beroperasi di perkemahan untuk merawat pasien. Namun, menurut partisipan yang diwawancarai, mereka yang sakit mengalami kendala komunikasi, karena banyak tenaga medis di sana yang tidak bisa berbahasa Inggris.

"Bicara tentang penyakit harus melalui Google translate," katanya.

Selain peserta, orang tua juga mengeluhkan dan khawatir dengan situasi yang terjadi di perkemahan.

"Putri saya ada di sana sekarang dan memberi tahu kami bahwa itu memalukan, semuanya tidak terkendali, tidak ada makanan, tidak ada cara untuk melindungi mereka dari matahari," tulisnya di media sosial.

"Jangan lupakan tempat sampah yang meluap, toilet yang tidak bisa disiram dan pancuran," tandasnya.

Menurut Choi Chang-haeng, sekretaris jenderal Panitia Penyelenggara Jambore Pramuka Dunia ke-25 Saemangeum, pihak panita akan menambahkan 30 doter dan 60 perawat untuk menangani kemungkinan peningkatan pasien.

"Kami telah mengurangi atau menangguhkan aktivitas di luar ruangan, mengubah sebagian besar aktivitas menjadi di dalam ruangan untuk mencegah penyakit terkait panas," tulisnya

Panitia juga berjanji untuk mempersingkat interval antar angkutan dari 30 menit saat, ini menjadi 15 hingga 20 menit untuk mengurangi waktu tunggu di luar ruangan.

Mengenai masalah sanitasi, Lee Ki-soon, wakil menteri kesetaraan gender dan keluarga, mengatakan, selama pengarahan media, "Kami akan mengerahkan 240 petugas kebersihan lagi untuk membersihkan toilet dan fasilitas lainnya setiap jam, dan meningkatkan pengendalian hama."