Sejarah JakLingko: Siasat Anies Baswedan-Sandiaga Uno Ajak Warga Jakarta Naik Transportasi Umum
JAKARTA - Upaya mengubah kebiasaan dari kendaraan pribadi ke transportasi umum tidak mudah. Tiap Gubernur DKI Jakarta pernah merasakan pusingnya. Anies Baswedan, misalnya. Anies dan jajarannya pun bersiasat. Empunya kuasa ingin menyatukan semua moda transportasi di Jakarta dalam satu wadah. Dari angkot hingga Transjakarta.
Warga Jakarta dapat mengakses seluruh transportasi umum yang ada dengan harga murah. Supaya warga Jakarta mau naik transportasi umum, pikirnya. Orang-orang mengenal program itu dengan nama Ok Otrip, kemudian menjelma jadi JakLingko.
Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta 2017 mampu memancing perhatian seisi Nusantara. Calon-calonnya pun bermunculan dan mengerucut jadi dua pasangan. Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)- Djarot Saiful Hidayat berhadapan dengan Anies Baswedan-Sandiaga Salahuddin Uno.
Masing-masing calon membawa Jargonnya masing-masing. Ahok-Djarot dengan jargon Kerja Keras Kerja Hebat. Sedang Anies-Sandi dengan Jakarta Maju Bersama. Kedua pasang calon kemudian mulai melemparkan janji-janji perbaikan Jakarta.
Urusan macetnya Jakarta jadi fokus utama. Ahok yang kala itu berstatus petahana telah memiliki rekam jejak melanjutkan program yang telah dicanangkan sebelumnya. Antara lain pembangunan Moda Raya Terpadu (MRT) dan Jalan Berbayar Elektronik (Electronic Road Pricing).
Anies-Sandi pun tak mau kalah. Mereka justru berpikir bagaimana supaya semua transportasi yang ada di Jakarta dapat diintegrasikan. Ide program Ok Otrip pun muncul. Warga Jakarta nantinya hanya memiliki satu kartu untuk mengakses seluruh transportasi yang ada dengan harga terjangkau.
Kampanye itu terus gulirkan. Sebab, permasalahan macet di Jakarta tak melulu urusan menghadirkan ragam transportasi umum, tetapi bagaimana menarik minat orang-orang untuk meninggalkan kebiasaan menggunakan kendaraan pribadi ke transportasi umum.
Kampanye-kampanye itu dimuluskan dengan janji lainnya. Dari yang masuk akal hingga mengawang-awang.
“Anies-Sandi sukses dengan meluncurkan kampanye identitas yang sangat sektarian, termasuk (dengan seruan prejudis) di rumah-rumah ibadah, yang rawan memicu konflik horizontal dan vertikal (karena mantan pasangan Ahok kemudian jadi Presiden). Populisme memang secara sadar diadopsi dan diluncurkan dengan mengorbankan kelompok minoritas demi meraih kursi kekuasaan.”
“Dan setelah kekuasaan didapat, kebijakan populis mulai diterapkan. Melegalisasi becak (kemudian batal) untuk beroperasi kembali kembali di Jakarta dan membuat proyek pengadaan rumah dengan uang muka nol persen, yang tidak rasional dari perspektif ekonomi, jika tidak manipulatif, adalah beberapa contoh kebijakan populis,” terang Poltak Partogi Nainggolan dalam buku Transisi dan Kandasnya Konsolidasi Demokratis Pasca-Soeharto (2021).
Ok Otrip ke JakLingko
Anies-Sandi pun menang. Mereka menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur (Wagub) Jakarta yang baru. Kuasa itu membuat segala macam janji kampanye mulai diwujudkan, satu demi satu. Utamanya, urusan mengatasi kemacetan Jakarta.
Keduanya mencoba mengajak segenap warga Jakarta ajak berubah kebiasaannya dari menggunakan kendaraan pribadi ke transportasi umum. Ia mulai memperbaiki segala macam transportasi umum yang ada. Kemudian, Anies Sandi memunculkan program Ok Otrip pada 2018.
Program itu kemudian menyatukan semua moda transportasi yang ada di Jakarta. Dari angkot hingga Transjakarta. Tujuannya untuk memudahkan warga Jakarta beraktifitas. Mereka dapat mengakses seluruh angkutan umum yang terintegrasi dengan Ok Otrip dengan biaya terjangkau.
Uji cobanya kemudian dilanggengkan selama sembilan bulan. Ok Otrip menggandeng 483 armada yang melayani 44 rute (kini mencapai ratusan rute). Hasilnya gemilang. Peminat Ok Otrip meningkat. Bahkan hampir mencapai ratusan ribu perhari. Pun harga yang dikeluarkan oleh penumpang lebih murah dibanding bawa kendaraan pribadi.
Ok Otrip pun mulai berganti nama kala Sandiaga Uno memilih mengundurkan diri dari jabatan Wagub. Kepergian Sandiaga ditandai dengan berubahnya Ok Otrip menjadi JakLingko pada November 2018. Anies Baswedan pun menyempurnakan integrasi transportasi yang ada, termasuk menggandeng pula MRT, LRT, hingga KAI Comutter.
Warga Jakarta hanya butuh kartu dan aplikasi JakLingko sebagai alat pembayaran. Setelahnya, warga Jakarta dapat menikmati ragam transportasi dengan tarif dan rute terintegrasi dengan satu kali tap dan satu tarif.
Semuanya dilakukan Anies sesuai dengan filosofi dari nama JakLingko sendiri. Jak berarti Jakarta. Lingko berarti berjejaring yang diambil dari nama sistem persawahan di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur. Alias Jakarta yang berjejaring dan eksis hingga hari ini.
Baca juga:
- MUI Mengeluarkan Fatwa Membolehkan Hukuman Mati dalam Memori Hari Ini, 28 Juli 2005
- Anies Baswedan Dicopot dari Jabatan Mendikbud dalam Memori Hari Ini, 27 Juli 2016
- Penjajah Belanda Buka Sekolah Tinggi Hukum Pertama di Nusantara dalam Sejarah Hari Ini, 26 Juli 1909
- Polwan Resmi Mengabdi untuk Bangsa dan Negara dalam Sejarah Hari Ini, 25 Juli 1951
“Langkah yang diambil Anies sejauh ini ada pada pengaturan tarif kendaraan umum. Tarif antar mode transportasi dibuat seragam dengan cara memberikan insentif ekonomi yang diberlakukan per jam, baik bagi warga yang melakukan perjalanan dekat maupun jauh. Artinya tarif menaiki kendaraan umum dihitung bukan berdasarkan jarak, melainkan berdasarkan berapa lama warga berada di angkutan tersebut. Harga yang dipatok adalah Rp5.000 per jam.”
“Program ini dikenal dengan nama Jak-Lingko, yakni program sistem transportasi yang terintegrasi (integrasi rute, manajemen, dan pembayaran) dengan melibatkan bus besar, bus medium, bus kecil, serta transportasi berbasis rel. Selain pemberian insentif ekonomi, tidak ada kebijakan lainnya, terutama yang bersinggungan dengan kendaraan roda dua,” terang Hikmat Budiman dalam buku Sudah Senja di Jakarta (2020).