Wanti-wanti Rafael Alun Jangan Kabur, KPK: Hadapi Prosesnya
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan eks pejabat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rafael Alun Trisambodo alias RAT jadi warga negara baik. KPK wanti-wanti Rafael tidak kabur di tengah pengusutan perjara dugaan harta tidak wajar.
"Kami mengimbau (RAT, red) tidak lari atau kabur ke mana pun. Dihadapi saja prosesnya," kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin, 20 Maret.
Asep mengaku sudah mendengar informasi ini. Hanya saja, komisi antirasuah tak bisa berbuat banyak karena kasus ini masih dalam penyelidikan.
Pencegahan ke luar negeri, sambung dia, baru bisa dilakukan ketika upaya penyidikan dilakukan. Sehingga, Rafael sebaiknya tertib dengan kewajibannya.
"Saudara RAT sebagai warga negara yang baik juga aparatur pemerintahan akan berani bertanggung jawab dan menghadapi proses ini," tegasnya.
Baca juga:
- Dicopot Heru Budi dari Jabatan Walkot Jakbar, Raut Wajah Yani Wahyu Manyun: Saya Enggak Tahu!
- Dari Ahli Migas, Polri Bakal Tentukan Ada Tidaknya Unsur Human Error Kasus Kebakaran Depo Plumpang
- Sebut Aduan IPW Tendensius Mengarah ke Fitnah, Wamenkumham: Silakan Dia Koar-koar
- Polri Usut 15 Senjata Api Temuan KPK di Rumah Dito Mahendra
Diberitakan sebelumnya, KPK menggelar penyelidikan terkait harta jumbo milik Rafael Alun yang terbongkar setelah anaknya, Mario Dandy menganiaya pelajar berusia 17 tahun, David. Pengusutan dilakukan karena diduga ada permainan dibalik kepemilikan kekayaan sebesar Rp56 miliar.
Dalam upaya penyelidikan ini, penyelidik sudah meminta keterangan dari Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya Jakarta Timur (Jaktim) Wahono Saputro. Pemanggilan ini dilakukan karena istrinya diduga punya saham di perusahaan milik istri Rafael, Erni Torondek.
Selain itu, penyelidik juga menelisik terkait temuan safe deposit box milik Rafael yang di dalamnya terdapat duit miliaran. Temuan yang sudah diblokir oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) itu diduga berasal dari penerimaan suap.