KPK Temukan 2 Perusahaan Konsultan Pajak Terafiliasi Pegawai Ditjen Pajak
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami 208 perusahaan yang sahamnya dimiliki 134 pegawai Ditjen Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Saat ini, sudah ditemukan ada dua perusahaan yang bergerak di bidang konsultan pajak.
"Yang kita cari itu yang konsultan pajak karena itu yang berkaitan. Mungkin sudah ada dua," kata Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan kepada wartawan, Kamis, 9 Maret.
Pahala tak memerinci nama perusahaan itu. Hanya saja, dia menyebut keduanya bukan dimiliki oleh eks pejabat Kemenkeu Rafael Alun Trisambodo.
Lebih lanjut, Pahala menilai berbahaya ketika pejabat di Ditjen Pajak ternyata punya saham di perusahaan konsultan pajak. Sebab, konflik kepentingan rawan terjadi.
"Kenapa, dia kan berhubungan dengan wajib pajak dan wajib pajak berkepentingan membayar sesedikit mungkin," tegasnya.
"Petugas pajak berkepentingan atas nama negara menggunakan wewenangnya supaya pungutan pajak maksimum. Nah, muncul risiko begitu dia ketemu bahwa yang ini mau sedikit yang ini mau banyak. Risiko itu yang kita cari korupsinya," sambung Pahala.
Baca juga:
- Parfum Hermes Hingga Topi Dior Koruptor Ini Dilelang KPK, Siapa Mau?
- Legislator NasDem: Miris, Pengesahan RUU PPRT Dijegal Pimpinan DPR
- Mengenal LPKS, Tempat Penahanan AG Kekasih Mario Dandy Penganiaya David Ozora
- KPK Bakal Tanya Kepemilikan Rumah Mewah di Cibubur ke Kepala Bea Cukai Makassar Pekan Depan
KPK juga memastikan tak peduli dengan berapa pun kekayaan pejabat ini. Apalagi, mereka punya gaji maupun tunjangan.
Namun, mereka mencari siapapun pejabat khususnya dari Ditjen Pajak yang melakukan penyelewengan.
"Soal kayanya kita enggak pusing lah. Tapi, kalau dia ada nerima terkait wewenang dia, itu yang kita cari," tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, KPK mengungkap ada ratusan pegawai Ditjen Pajak Kemenkeu punya saham di 280 perusahaan.
Sebagaian besar saham ada yang diatasnamakan istri para pejabat di instansi tersebut agar tak tercatat di Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Padahal, perusahaan itu terendus memiliki aset dan penghasilan yang besar. Utangnya pun berisiko tinggi.