Isinya Curhat Semua dan Tak Menyentuh Pokok Perkara, Jaksa Minta Pleidoi Kuat Ma'ruf Ditolak

JAKARTA - Jaksa penuntut umum (JPU) meminta majelis hakim menolak nota pembelaan atau pleidoi yang diajukan terdakwa Kuat Ma'ruf. Sebab, alasan yang disampaikannya tak memiliki dasar yuridis yang kuat.

"Kami tim jaksa penuntut umum dalam perkara ini berpendapat bahwa pleidoi tim penasihat hukun harus dikesampingkan," ujar jaksa dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat, 27 Januari.

Selain itu, jaksa juga menilai pleidoi pribadi dari terdakwa Kuat Ma'ruf tak menyentuh pokok perkara. Melainkan, hanya curahan hati semata.

“Pada kesempatan ini kami tidak akan secara spesifik mengenai pleiodoi dari terdakwa Kuat Ma’ruf karena sifatnya hanya sebagai curahan hati yang sama sekali tidak menyentuh pembuktian pokok perkara,” sebutnya.

Di sisi lain, jaksa menyebut bila seluruh fakta persidangan dirangkan menjadi satu benang merah, maka, akan terlihat peranan Kuat Ma'ruf.

Sehingga, sangat bertolak belakang dengan pleidoi yang diajukan Kuat Ma'ruf maupun penasihat hukumnya.

“Karena dengan menguraikan fakta persidangan secara komprehensif, kita akan dapat melihat bagaimana rapi dan terstrukturnya tindakan terdakwa Kuat Ma’ruf dalam rangkaian turut serta merencanakan pembunuhan terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat,” kata jaksa.

Adapun, dalam pleidoinya Kuat Ma'ruf mengaku bila memang tak pintar sehingga sulit memahami sesuatu. Bahkan, hal itu juga yang menyebabkannya mudah dimanfaatkan.

"Saya akui yang mulia saya ini bodoh, saya dengan mudah dimanfaatkan oleh penyidik untuk mengikuti sebagian BAP dari Richard," kata Kuat Ma'ruf.

Kendati begitu, Kuat Ma'ruf secara yakin menyatakan kalau dirinya tak terlibat dalam pembunuhan Brigadir J. Sebab, ia bukan pribadi yang tega dan sadis.

"Demi Allah saya bukan orang sadis tega dan tidak punya hati untuk ikut membunuh orang apalagi orang yang saya kenal baik dan pernah menolong saya," sebut Kuat Ma'ruf.

Dalam kasus dugaan pembunuhan Brigadir J, Kuat Ma'ruf dituntut dengan sanksi pidana penjara selama 8 tahun.