Buya Hamka Dipenjara Pemerintah Orde Lama dalam Sejarah Hari Ini, 27 Januari 1964

JAKARTA – Sejarah hari ini, 59 tahun yang lalu, 27 Januari 1964, pemerintah Orde Lama penjarakan Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka). Penangkapan itu berlangsung karena Hamka dianggap memiliki rencana jahat. Hamka dituduh melakukan kejahatan subversif. Ia merencanakan pembunuhan terhadap Bung Karno.

Tuduhan tak masuk akal itu diprotes banyak pihak. Apalagi sebelumnya Bung Karno kerap memenjarakan lawan politiknya. Dari Natsir hingga Sutan Sjahrir. Pun pada gilirannya Hamka yang nyaring mengkritik Bung Karno ikutan ditangkap.

Perjuangan Soekarno membela kaum bumiputra dari belenggu penjajahan tiada dua. Tindakan itu membuat kagum seisi Indonesia. Apalagi pengorbanannya bagi Indonesia cukup besar. Ia rela di penjara dan diasingkan demi mewujudkan narasi Kemerdekaan Indonesia.

Nyala api semangat Bung Karno dalam memimpin Indonesia tak jauh berbeda. Semangatnya berapi-api dalam rangka mewujudkan kesejahteraanrakyat Indonesia terus dilanggengkan. Gaung kesejahteraan itu diteriakan dari panggung ke panggung. Semuanya untuk mewujudkan mimpi Indonesia sebagai bangsa yang besar.

Nyatanya tak semua ide-ide Bung Karno berjalan lancar. Belakangan Bung Karno justru terjebak dalam romantisme revolusi. Ia diyakini tumbuh sebagai pribadi yang egois. Padahal ide-idenya dalam memimpin kerap brilian. Namun, tindak-tanduknya untuk mewujudkan ide-ide itu cenderung menjauhkan dari tujuan sebenarnya.

Buya Hamka dan keluarganya. (Wikimedia Commons)

Langkah Bung Karno memimpin tak jarang memancing kritik. Segala macam elemen masyarakat melempar kritik kepada Bung Karno. Utamanya rekan Bung Karno semasa perjuangan: Natsir dan Sutan Sjahrir. Alih-alih menerima kritikan, Bung Karno justru memenjarakan keduanya.

“Natsir dan kelompok-kelompoknya memang sangat kritis terhadap move-move politik Soekarno sebelum dan selama periode Demokrasi Terpimpin. Sebagaimana berulang saya singgung, Soekarno dalam mengalahkan lawan-lawan politiknya tidak lagi terikat dengan aturan main demokrasi (democratic rule of the game).”

“Salah cara rezim Soekarno untuk melumpuhkan lawan-lawan politiknya ialah memenjarakan mereka, baik yang turut dalam dengan pemberontakan daerah maupun yang bukan selama beberapa tahun tanpa proses pengadilan,” ujar Ahmad Syafii Maarif dalam buku Percaturan Islam dan Politik (2021).

Upaya Bung Karno memenjarakan lawan politik terus berlanjut. Bahkan, siapa saja dapat terkena dampak kritik pemerintah. Majalah besutan Buya Hamka, Panji Masyarakat, misalnya. Majalah dwi mingguan itu diberedel pemerintah Orde Lama pada 1960.

Kemudian, Buya Hamka selaku petinggi majalah ikut ditahan beberapa tahun setelahnya, atau pada 27 Januari 1964. Hamka di penjara atas tuduhan kejahatan subversif. Ia dianggap memiliki rencana jahat membunuh Soekarno.

Buya Hamka bersama Mukti Ali, Menteri Agama RI 1971-1978. (Istimewa)

Tuduhan itu dianggap banyak pihak sebagai langkah mengada-ngada. Lagi pula, Hamka ditahan tanpa proses hukum. Namun, ia kemudian diselamatkan oleh lahirnya Gerakan 30 September. Sebuah gerakan pemberontakan yang menjadi salah satu alasan Bung Karno lengser. Hamka pun bebas pada 1966.  

“Hamka sesudah itu sering berkomentar bahwa dia ‘disimpan Tuhan’ dari kotoran dan kezaliman hari-hari terakhir Orde Lama, sebutan bagi era Soekarno. Andai dia tak ditangkap dan ditahan, katanya, boleh jadi dia menjadi bagian dari tirani itu sendiri – untuk menjaga keselamatan diri.”

“Namun, Allah sendiri dengan memakai tangan orang-orang zalim itu, yang memelihara Hamka dari cap Orde Lama. Allah lah yang dianggap menggunakan kekuasaan-Nya untuk menumbangkan rezim Soekarno, mengakhiri zaman kezaliman dan menjatuhkan para tokohnya satu demi satu,” ungkap James R. Rush dalam buku Adicerita Hamka (2018).