Masa Transisi KUHP Baru 3 Tahun, Jaksa Agung ke Penegak Hukum: Pelajari Setiap Delik dan Unsur Pasal

JAKARTA - Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terbaru telah disahkan pada 6 Desember. Jaksa Agung ST Burhanuddin meminta seluruh jaksa untuk mempelajari pasal-pasal yang ada di dalam KUHP baru tersebut.

Amanat ini disampaikan Burhanuddin, dalam penutupan Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Jaksa (PPPJ) Angkatan 79 Gelombang II Tahun 2022 di Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan Jakarta.

"Pastikan saudara memahami betul setiap delik dan unsur pasal yang terkandung, sehingga saudara dapat menerapkannya dengan tepat pada saat KUHP tersebut diberlakukan," kata Burhanuddin dalam keterangan tertulisnya, Rabu 14 Desember, disitat Antara.

Kepada jajarannya, Burhanuddin mengatakan KUHP baru setelah disetujui menjadi undang-undang oleh DPR dan pemerintah akan diundangkan pada tahun 2025.

Menurut dia, kejaksaan punya waktu tiga tahun selama masa transisi untuk mempelajari KUHP baru.

Dalam rangka pelaksanaan KUHP, Burhanuddin mengatakan perlu dilakukan internalisasi di satuan kerja Kejaksaan dengan lebih banyak melakukan dinamika kelompok, yakni mendatangkan ahli akademisi dan praktisi, sehingga ada keseragaman dan kesamaan mindset dalam pelaksanaan KUHP kedepannya.

Menkumham Yasonna Laoly menyerahkan dokumen RUU KUHP kepada pimpinan DPR agar dapat segera disahkan dalam rapat paripurna DPR, Selasa 6 Desember. (Antara)

Selanjutnya, kata Burhanuddin, pada hakikatnya jaksa merupakan salah satu dari berbagai profesi praktisi hukum. Untuk menjadi seorang praktisi hukum yang handal, lanjut dia, dapat tercitra melalui kemampuan berpikirnya yang kritis serta argumentatif dalam memahami prinsip, asumsi, aturan, sehingga akan melahirkan suatu argumentasi yang ajeg, baik melalui lisan, tulisan, maupun perilakunya.

Orang nomor satu di Kejaksaan Agung itu meminta seluruh jajarannya insan Adhyaksa untuk menjalankan tugas dengan baik, serta dengan kewenangan yang dimiliki membiasakan diri dalam menangani suatu perkara.

Karena, kata dia, hanya melalui keseriusan berlatih dan berpraktik, seorang jaksa terbiasa untuk menggunakan struktur berfikir hukum yang sistematis guna menemukan, mengungkapkan dan menjustifikasi makna-makna tersembunyi dalam suatu peristiwa hukum.

"Sehingga saudara memiliki akurasi yang tinggi dalam menganalisis dan memecahkan suatu permasalahan hukum yang ada di masyarakat," ujar Burhanuddin.

Burhanuddin menambahkan, jaksa tidak hanya mengasah kemampuan kognitif terus menerus, tetapi juga dituntut melatih sensitivitas diri sebagai penegak hukum.

Menurut dia, sensitivitas seorang jaksa penting sebagai kunci untuk menghadirkan penegakan hukum yang humanis.

Dengan begitu, lanjut Burhanuddin, apabila jaksa menemukan berbagai perkara yang bersingggungan dengan masyarakat kecil dengan tingkat ketercelaan yang tidak seberapa, maka jaksa dapat bertindak dengan mengedepankan nurani dalam menangani perkara tersebut.

"Ingat pesan saya, seorang jaksa selain harus memiliki ketajaman berfikir, juga dituntut untuk memiliki rasa kesusilaan yang halus," ujarnya.

Di akhir amanatnya, Burhanuddin mengingatkan tentang sosok jaksa ideal yang mampu menyatukan kemampuan kognitif dan sensitivitas secara simultan.

"Apabila jaksa mampu menyatukan ketiga hal tersebut secara simultan, niscaya akan terwujud keseragaman pola pikir, kapasitas, serta kualitas yang baik untuk menjadi sosok jaksa yang ideal," tandasnya.