Legislator Gerindra Bingung PBB Komentari KUHP: Mereka Selama Ini ke Mana?
Anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Gerindra Habiburokhman. (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Gerindra, Habiburokhman mengaku, heran Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru disahkan DPR mendapat kritikan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Indonesia.

Padahal, kata dia, sebelum RKUHP disahkan menjadi UU, PBB tidak pernah memberi komentar.

"Saya bingung ada pihak luar negeri misalanya PBB, Amerika Serikat mengomentari UU ini, seolah-olah kita menjadi bencana ketika disahkannya, mereka selama ini ke mana?," ujar Habiburokhman dalam diskusi daring, Sabtu, 10 Desember.

Diketahui, PBB menyoroti pasal perzinaan, dan aturan soal LGBT yang dianggap melanggar hak asasi manusia.

Menurut Habiburokhman, para turis tidak perlu khawatir sebab pasal perzinaan masuk dal pasal delik aduan.

Dia menjelaskan, tindak pidana zina, kumpul kebo bisa diproses hukum apabila ada aduan dari suami/istri bagi orang yang terikat perkawinan atau orang tua/anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.

Pengaduan juga dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai.

"Jangan khawatir, ini tidak akan menjadi biang anarki karena dua pasal tersebut larangan zina dan kumpul kebo itu adalah delik aduan," jelas Habiburokhman.

"Delik aduan adalah delik yang hanya bisa berlaku, dilaksanakan kalau ada yang melapor, dan yang melapor bukan sembarang orang, sangat terbatas yaitu pasangan suami istri atau orang tua," lanjut Waketum Gerindra itu.

Sebelumnya,  Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan dewan akan membentuk tim task force atau satuan tugas (satgas) guna membantu pemerintah melakukan sosialisasi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ke masyarakat.

Hal ini lantaran banyaknya masyarakat Indonesia dan warga dunia yang salah kaprah atas KUHP yang baru.

Selain itu pula mengingat masa peralihan pemberlakuan KUHP yang baru disahkan DPR pada 6 Desember, kemarin adalah 3 tahun sejak diundangkan.

Karena itu, menurutnya, perlu adanya penyesuaian peraturan-peraturan teknis.

"Kami akan membentuk semacam task force untuk mensosialisasikan KUHP," ujar Dasco, Jumat, 9 Desember.

Sembari DPR menggencarkan sosialisasi, Dasco pun mempersilakan masyarakat menggunakan hak konstitusionalnya untuk menggugat KUHP baru ini ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Itu adalah hak dari setiap warga negara apabila selama masa sosialisasi mereka juga mau memakai hak konstitusinya untuk melakukan uji materi, misalnya ya, silakan saja," kata Dasco.

Guru Besar Ilmu Hukum ini mengakui, ada beberapa pasal yang disorot masyarakat tanah air dan dunia dalam KUHP yang baru. Karena itu, Dasco menegaskan, KUHP perlu disosialisasikan lebih jauh ke masyarakat, meskipun masa pemberlakuannya masih 3 tahun lagi.

Misalnya, kata Dasco, terkait pasal perzinaan atau yang mengatur tentang kumpul kebo. Dia menjelaskan, pasal tersebut adalah delik aduan dan hanya orang tertentu yang bisa mengadukan.

"Mengenai pasal yang zina segala macam itu, itu kan satu delik aduan, kedua memang yang melaporkan keluarga terdekat," jelasnya.

Sehingga dunia tak perlu khawatir soal peraturan terhadap turis asing yang berlibur di Indonesia.

Akan tetapi, dia menganggap, kritik tersebut adalah bagian dari dinamika yang perlu disosialisasikan bukan hanya di dalam tapi luar negeri.

"Kalau turis-turis ya masa keluarganya mau ngelaporin ke sini? Gitu kira kira lah kira-kira begitu," kata Ketua Harian DPP Gerindra itu.

"Tapi ini saya pahami bahwa dinamika yang terjadi ini karena memang kita perlu sosialisasikan bukan cuma ada di internal di Indonesia tapi juga di luar negeri," tambah Dasco.