Sidang Kasus CPO, Saksi Ahli Sebut Minyak Goreng Sempat Langka Akibat Distribusi Bukan Bahan Baku
JAKARTA - Pakar Tata Niaga Minyak Goreng dan Industri Sawit Wiko Saputra mengungkapkan kelangkaan minyak goreng di ritel dan pasar tradisional yang sempat terjadi di Tanah Air bukan karena kekurangan bahan baku tapi lantaran faktor pengiriman atau dustribusi.
Hal ini disampaikan Wiko saat menjadi saksi ahli di sidang kasus dugaan korupsi ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO). Kata dia, stok bahan baku sebenarnya cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
"Saya menemukan bahwa sebenarnya tidak ada kelangkaan dalam aspek bahan baku, artinya stok bahan baku mencukupi untuk pemenuhan stok industri minyak goreng," kata Wiko dalam kesaksiannya di Pengadilan Tipikor Jakarta yang dikutip Selasa, 6 Desember.
Alih-alih mempermasalahkan produksi, Wiko malah menyebut ada masalah dalam penyaluran minyak goreng. "Karena tidak terdistribusi ke pasar," tegasnya.
Baca juga:
- RKUHP Resmi Disahkan Jadi UU, Sempat Diwarnai Debat Panas PKS dengan Wakil Ketua DPR
- Jamin Stok Pangan Jakarta Aman Sampai Nataru, Pj Gubernur Heru: Bahkan Sampai Maret
- Tak Perlu Demo, Masyarakat yang Tak Setuju UU KUHP Silakan Gugat ke MK
- Capres Elektabilitas Tinggi Jadi Kendala KIB, Golkar Disarankan Buka Opsi Airlangga Cawapres
Berdasarkan kesaksian itu, penasihat hukum terdakwa Master Parulian Tumanggor, Patra M Zen mengatakan Indonesia tak pernah kekurangan bahan baku pembuatan minyak goreng. Sehingga, pengiriman barang ke luar negeri seharusnya tidak perlu dipermasalahkan.
"Tidak masalah jika pelaku usaha melakukan ekspor. Pendapat ini justru menunjukkan masalah bukan ada di Wilmar Group selaku produsen. Melainkan pada jalur distribusi," ucap Patra.
Adapun dalam kasus ini, mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Indra Sari Wisnu Wardhana, didakwa merugikan negara hingga Rp18 triliun. Mereka diduga melakukan pemufakatan yang melanggar hukum agar perizinan PE CPO oleh Kementerian Perdagangan terbit.
Perbuatan ini diduga dilakukan bersama tim asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor; Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari, Stanley Ma; dan General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang. Mereka didakwa memperkaya diri sendiri, orang lain, dan korporasi yaitu Grup Wilmar, Grup Musim Mas, dan Grup Permata Hijau.
Perbuatan mereka disebut telah merugikan keuangan negara dan perekonomian negara total Rp18 triliun. Terdiri dari keuangan negara yang dirugikan Rp6.047.645.700.000 dan perekonomian negara sejumlah Rp12.312.053.298.925.