JAKARTA - Minyak goreng saat ini masih sulit didapatkan, bahkan harganya masih di atas harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan Kementerian Perdagangan. Karena itu, Wakil Wali Kota Surabaya, Armuji melakukan sidak ke pabrik minyak goreng terbesar di Surabaya yakni PT Salim Ivomas Pratama Tbk atau SIMP, produsen minyak goreng milik konglomerat Anthony Salim.
Sekadar informasi, Grup SIMP memproduksi tiga kategori minyak goreng yang berbasis minyak kelapa sawit yaitu (i) minyak goreng bermerek kemasan consumer (ii) minyak goreng bermerek kemasan semi-consumer; dan (iii) minyak goreng tidak bermerek untuk keperluan industri. Produk-produk minyak goreng Grup SIMP dipasarkan dengan merek Bimoli, Bimoli Spesial, Delima dan Happy.
Sidak yang dilakukan Armuji sebagai langkah untuk memastikan kondisi pasar dan kebutuhan minyak goreng di pasaran bisa dipenuhi dengan normal bagi masyarakat. Sekaligus, untuk memastikan tidak ada penimbunan minyak.
Dalam kunjungannya Armuji bertemu dengan perwakilan manajemen PT SIMP cabang Surabaya, Jawa Timur. Armuji lantas menanyakan bagaimana distribusi minyak goreng saat ini.
"Distribusi sekarang sudah lancar?," ujarnya, dikutip dari kanal YouTube Armuji, Jumat, 4 Maret.
Salah seorang perwakilan manajemen PT SIMP menjelaskan bahwa pihaknya saat ini masih terkendala bahan baku untuk menyuplai minyak goreng dengan harga Rp14.000 seperti yang ditetapkan Kementerian Perdagangan.
"Kita ada kendala di bahan baku. Ini kan pemerintah menentukan harga jual di pasar kan Rp14.000, nah Kemendag sudah menghitung bahwa produsen bisa menjual sampai end user itu Rp14.000 itu kalau diproduksi dengan harga CPO yang Rp9.300. Namun sampai saat ini kita belum bisa mendapat yang Rp9.300 itu," tuturnya.
Karena itu, PT SIMP tidak bisa optimal dalam memproduksi minyak goreng untuk dipasok ke pasaran. Sebab, harga CPO yang didapat jauh lebih tinggi yakni Rp16.000. Hal ini menyebabkan produsen merugi.
"Kita beli CPO yang harga pasar sampai Rp16.000, kalau kita beli harga Rp16.000, harga jualnya Rp14.000 dan bikin 1 kilogram (kg) minyak goreng itu butuh kira-kira 2 kg CPO. Jadi kalau normal harusnya kita jual 1 liter itu di pasaran Rp22 ribu," tuturnya.
Armuji pun memastikan bahwa masalah kelangkaan minyak goreng dikarenakan pasokan bahan baku dari hulu yang terganggu.
"Jadi itu yang bikin tidak lancar. Jadi hulunya belum dapat ya?," tanya Armuji.
Perwakilan PT SIMP Tbk pun menjelaskan bahwa permasalahan memang ada di hulu. Menurut dia, jika masalah di tingkat hulu dapat diselesaikan maka akan lancar sampai ke hilir.
"Dari hulunya. Sementara diobyak-obyak kan yang hilirnya. Kami sebagai pabrik minyak goreng ada di tangah-tangah. Kalau dari hulunya tidak lancar ini kan ke hilir ya pasti macet juga. Kita sudah sampaikan semua sampai ke kementerian," jelasnya.
BACA JUGA:
Menurut dia, seharusnya harga CPO Rp9.300 itu disediakan oleh pabrik yang menjual ekspor. Sebab, pemerintah telah memutuskan bahwa produsen CPO wajib memenuhi kebutuhan dalam negeri sebesar 20 persen. Namun, pasokan CPO dengan harga Rp9.300 sulit didapatkan. Akibatnya, harga CPO yang seharusnya dikeluarkan oleh pabrik belum berimbang.
Namun, PT SIMP Tbk mendapatkan kabar terbaru dari Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Oke Nurwan bahwa pemerintah telah mengeluarkan surat ke perusahaan penghasil CPO untuk wajib mengeluarkan harga CPO senilai Rp9.300.
"Kita mau lihat kedepan perkembangan jalan atau tidak. Kalau ini jalan otomatis jalan, kalau ini tidak jalan masih ada penghambat. Jadi kita produksi juga tidak bisa maksimal karena berhenti, kalau ada (jalan). Kita tidak pernah dapat yang Rp9.300, terpaksa kita beli yang Rp16.000," jelasnya.
"Kita tetap supply dengan kondisi kita merugi, tapi dengan jumlah terbatas. Kita tidak bisa kaya biasanya. Karena kita menanggung beban ini semampu kita. Tapi tetap kita supply kita juga prioritas ke Surabaya, Jawa Timur," sambungnya.
Mendengar penjelasan dari manajemen PT SIMP Tbk, Armuji menarik kesimpulan bahwa permasalahan kelangkaan dan harga minyak goreng yang melonjak lantaran bahan baku didapat dengan harga yang mahal yakni Rp16.000.
"Jadi hulunya harus diselesaikan dulu. Kalau hulunya selesai, produksi akan lancar. Ya tinggal kebijakan yang harga Rp9.300 berarti ya. Kalau harga (CPO) Rp9.300 berarti penjualan (minyak goreng) bisa Rp14.000 (per liter)," ujar Armuji.