Alasan PKS Tolak Revisi UU IKN: Lebih Baik Fokus Bahas UU yang Sejahterakan Rakyat di Sisa Periode
JAKARTA - Fraksi PKS di DPR menolak revisi Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN) usulan pemerintah untuk masuk dalam Program Prioritas Legislasi Nasional (Prolegnas) 2023. UU tersebut diketahui belum satu tahun disahkan DPR.
Pemerintah beralasan revisi UU IKN diperlukan untuk percepatan proses persiapan pembangunan IKN, serta penyelenggaraan pemerintah daerah IKN, dengan memperkuat Otorita IKN secara optimal.
Penguatan tersebut dilakukan melalui pengaturan kewenangan khusus pendanaan pengelolaan barang milik negara dan pengelolaan kekayaan IKN yang dipisahkan. Di antaranya, dengan memberikan aturan terkait pembiayaan, kemudahan berusaha, fasilitas penanaman modal, ketentuan hak atas tanah yang progresif, dan adanya jaminan kelangsungan untuk keseluruhan pembangunan IKN.
"Fraksi PKS sejak awal sudah menolak untuk membahas UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang IKN, karena kondisi perekonomian kita belum membaik dan berbagai alasan lain juga sudah disampaikan saat pembahasan RUU-nya," ujar anggota Fraksi PKS Suryadi Jaya Purnama, Jumat, 25 November.
Fraksi PKS, lanjutnya, juga melihat adanya banyak kepentingan yang membuat pembahasan UU IKN sangat tergesa-gesa, yang kemudian terbukti dengan usulan revisi oleh pemerintah. Dengan hanya 43 hari pembuatannya, tingkat partisipasi publik menjadi sangat rendah untuk hal sepenting ibu kota negara.
"Selain itu, dari sisi pembangunan IKN, adanya kebutuhan revisi IKN ini berpotensi memperlihatkan bahwa kemampuan finansial negara tidak cukup dan belum ada kejelasan tentang investor yang berminat untuk ikut mengembangkan IKN. Yang ada hanya klaim-klaim sepihak dari Otorita IKN mengingat belum ada kejelasan Otorita IKN, ini mitra komisi DPR RI yang mana dan belum pernah ada rapat kerja antara Otorita IKN dan DPR RI membahas investor IKN," lanjut anggota Panja RUU IKN itu.
Terkait penguatan Otorita IKN, Suryadi menilai, pemerintahan IKN Nusantara dengan pemerintahan daerah khusus yang dipimpin oleh Kepala Otorita IKN sudah memiliki kedudukan yang terlalu kuat. Kedudukan Kepala Otorita IKN sendiri, kata dia, adalah setingkat dengan menteri yang kewenangannya juga sudah meliputi kewenangan sejumlah menteri.
Adapun sejumlah kewenangan Kepala Otorita IKN dalam UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang IKN adalah menerbitkan penetapan lokasi pengadaan tanah di Ibu Kota Nusantara (Pasal 16 ayat (5). Pengalihan hak atas tanah di Ibu Kota Nusantara wajib mendapatkan persetujuan Kepala Otorita IKN (Pasal 16 ayat (12). Dalam rangka persiapan, pembangunan, dan pemindahan IKN, serta penyelenggaraan pemerintahan daerah khusus Ibu Kota Nusantara, kekuasaan presiden sebagai pengelola keuangan negara dikuasakan kepada Kepala Otorita IKN (Pasal 23 ayat (1). Berkedudukan sebagai pengguna anggaran atau pengguna barang untuk IKN (Pasal 23 ayat (2). Selaku pengguna anggaran atau pengguna barang menyusun rencana kerja dan anggaran IKN (Pasal 25 ayat (1). Menyusun rencana pendapatan IKN apabila Otorita IKN memperoleh pendapatan dari sumber lain yang sah atau pendapatan yang berasal dari pajak khusus atau pungutan khusus (Pasal 25 ayat (2). Serta, pengguna barang atas Barang Milik Negara dan aset dalam penguasaan yang berada dalam pengelolaannya (Pasal 33).
Baca juga:
- Setujui RKUHP Dibawa ke Paripurna DPR, PKS Beri Catatan Ini
- Bantah Hendra Kurniawan Soal Suap Tambang Ilegal di Kaltim, Kabareskrim: Jangan-Jangan Mereka yang Terima!
- "Mamah, Jangan Nangis," Kata Nayah Bersimbah Darah Tertimpa Runtuhan Gempa Cianjur
- Keluarga Hilang Saat Gempa Cianjur, DVI Polri Persilakan Lapor ke RSUD Sayang Bawa Data Ini
Jika Kepala Otorita IKN ditambah lagi wewenangnya dalam rencana revisi UU IKN, kata Suryadi, maka akan semakin menambah buruknya tata kelola Pemerintahan yang ada.
"Tidak ada terminologi kepala Pemerintah Daerah Khusus IKN yang berkedudukan setingkat menteri seperti halnya Kepala Otorita IKN, sehingga menjadi ambigu apakah Otorita IKN mengelola barang milik/kekayaan negara ataukah daerah dan apakah Otorita IKN menjadi wakil untuk kepemilikan kekayaan yang dipisahkan untuk negara ataukah daerah?," kata anggota Komisi V DPR itu.
Oleh karena itu, Suryadi menegaskan, fraksi PKS menolak adanya revisi UU IKN dalam rangka penguatan Otorita IKN. Sebab dengan revisi UU tersebut, tata kelola keuangan dan kekayaan negara di wilayah IKN menjadi amburadul dan tidak akuntabel karena ketidakjelasan posisi Kepala Otorita IKN sebagai menteri atau pimpinan lembaga ataukah kepala daerah.
"Ditambah lagi tidak adanya sistem perwakilan rakyat yang merupakan representasi dari penduduk yang mendiami wilayah IKN membuat tidak adanya pengawasan terhadap Otorita IKN," jelas legislator dapil NTB ini.
Dalam sisa periode pemerintahan dua tahun ke depan, tambah Suryadi, PKS justru mengajak Pemerintah dan DPR RI untuk lebih fokus ke pembahasan perundang-undangan lainnya yang lebih prioritas dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat.
"Daripada memperkuat Otorita IKN," tandasnya.
Diketahui, enam dari tujuh fraksi partai pendukung pemerintah menerima revisi Undang-Undang nomor 3 tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN) untuk dimasukan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2023. Sementara Fraksi NasDem menyatakan abstain.
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Supratman Andi Agtas, mengatakan 6 fraksi yang menerima revisi UU IKN masuk Prolegnas Prioritas 2023, yaitu Fraksi PDI Perjuangan, Golkar, Gerindra, PKB, PAN, dan PPP. Sementara Fraksi NasDem belum mengambil keputusan atau abstain.
Sedangkan, Partai Demokrat dan PKS yang berada di luar pemerintahan menolak revisi UU IKN yang diusulkan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
"Yang menerima adalah parpol pendukung pemerintah, semuanya. Yang menolak adalah PKS dan Demokrat," ujar Supratman dalam rapat Baleg DPR, Rabu, 23 November.
"(NasDem) abstain ya bukan menolak. Wah ini, masih harus konsultasi ini. Makin jelas arah dan tujuannya kalau begini," sambung Supratman disambut tawa anggota.
Supratman mengatakan, sebanyak 41 RUU masuk dalam prolegnas prioritas tahun 2023 sebagai kesimpulan rapat.
"Untuk menyepakati, prolegnas RUU perubahan prioritas 2023 sebanyak 32 RUU, prolegnas RUU prioritas tahun 2023 sebanyak 41 RUU, prolegnas RUU perubahan keempat RUU tahun 2020-2024 sebanyak 259 RUU," kata Supratman.
Sebelumnya, Pemerintah mengusulkan perubahan atau revisi Undang-Undang nomor 3 tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN), untuk dimasukan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2023. Usulan tersebut sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo.
Hal tersebut dikatakan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly dalam rapat kerja bersama Badan Legislasi DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu, 23 November.
"Pemerintah mengusulkan tambahan dua RUU masuk dalam Prolegnas Prioritas 2023 karena adanya dinamika perkembangan dan arahan Presiden. Yaitu, rencana perubahan UU nomor 3 tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara dan RUU Pengadaan Barang dan Jasa Publik," ujar Yasonna.
Yasonna menjelaskan, tujuan perubahan UU IKN untuk percepatan proses pemindahan ibu kota negara dan penyelenggaraan daerah khusus IKN.