Sejarah Hari Ini, 31 Oktober 1958: Ajakan Wapres Mohammad Hatta Agar Rakyat Indonesia Menjaga Lingkungan Hidup

JAKARTA – Sejarah hari ini, 64 tahun yang lalu, 31 Oktober 1958, Mohammad Hatta mengisi ceramah dalam acara bertajuk Islam dan Pembangunan Masyarakat. Hajatan itu diselenggarakan oleh Badan Kontak Organisasi Islam di Gedung Olahraga, Jakarta.

Bung Hatta membuka ceramahnya dengan membahas kebesaran Tuhan Yang Maha Kuasa. Ia menyebut Tuhan menciptakan langit dan bumi bukan untuk satu generasi saja. Lebih dari itu, Tuhan menciptakannya untuk tiap generasi sepanjang masa. Karenanya, manusia memiliki tugas untuk menjaganya.

Bung Hatta adalah sosok yang dengan dekat dengan Islam. Bahkan, kedekataan Hatta dan Islam telah terjalin sejak Hatta kecil. Kakeknya, Syaikh Abdurrahman yang seorang ulama ada di baliknya. Kakeknya itu banyak mengajarkan perihal Islam kepada Hatta. Dari ibadah hingga perilaku.

Tiada hari tanpa belajar agama. Pendidikannya di sekolah formal tak memengaruhi Hatta belajar agama. Keduanya –balajar pendidikan formal dan agama—dapat di dalami Hatta dalam satu momen. Perintah dan laku hidup Islam dipegang baik-baik oleh Hatta ketika menuntut ilmu ke Batavia, kemudian Belanda.

Bung Hatta dikenal sebagai pencinta buku. (Perpusnas)

Bung Hatta tak mau terlarut dalam kesenangan duniawi, utamanya yang melanggar perintah agama. Hidupnya ‘lurus’ di negeri orang. Ia bergaul dengan sewajarnya. Pun kedekatan dengan Islam itulah yang membuatnya terpanggil untuk memutus mata rantai penjajahan di Nusantara.

Sebab, kolonialisme dan imperialisme adalah seburuk-buruknya perbuatan tercela. Hatta pun berjuang melawan penjajahan. Perjuangan itu tak sia-sia. Berkat kerja kolektif Hatta dan seluruh kaum bumiputra, Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945.  

“Dan seperti kira ikuti dalam jalan hidup Hatta selanjutnya, Hatta benar-benar memperlihatkan ketertarikannya pada ibadah, moral, dan akhlak Islam, termasuk ketika ia belajar di Belanda. bukan ia tidak bergaul dengan anak-anak gadis Eropa, tetapi itu dilakukannya dalam batas-batas yang bisa diterima ajaran Islam. Kawan-kawannya sepergaulan pernah mengatakan bahwa ia bagaikan seorang pendeta saja. sesudah memimpin dalam pergerakan nasional, juga kemudian sebagai pejabat di negara Indonesia Merdeka.”

“Ia sangat menjaga moral ini. Malah sekedar menari lenso pun ia tak serta. Maka berbeda dari Soekarno, umpamanya, yang tetap menari lenso bila berkunjung ke daerah Maluku, Hatta tak menyertai tarian bersama ini. Orang-orang di Maluku juga sadar tentang hal ini sehingga pada umumnya dalam kesempatan Hatta datang ke daerah ini, orang-orang yang hadir menunggu Hatta pergi meninggalkan pertemuan lebih dahulu, baru memulai tari lenso,” ungkap Deliah Noer dalam buku Mohammad Hatta: Hati Nurani Bangsa (2012).

Nilai-nilai Islam terus dibagikan Hatta semenjak jadi Wakil Presiden, bahkan hingga dirinya tak menjabat lagi. Ia pun dengan senang hati membagikan laku hidup Islam dalam tiap momen. Pada acara bertajuk Islam dan Pembangunan Masyarakat di Jakarta pada 31 Oktober 1958, misalnya.

Bung Hatta berdiskusi bersama beberapa pejabat Republik Indonesia di masanya. (Perpusnas)

Acaranya yang diselenggarakan Badan Kontak Organisasi Islam meminta Bung Hatta untuk berceramah. Hatta pun membuka ceramahnya dengan gemilang. Retorikanya menggelegar. Hatta mengajak segenap rakyat Indonesia menjaga lingkungan hidup dari tangan-tangan jahat nan rakus. Lingkungan hidup milik semua rakyat Indonesia, bukan segelintir orang saja.

“Bumi ini dibuat Tuhan untuk membantu manusia, (maka) janganlah hanya sebagian saja yang menikmati dunia ini, sebagian kelaparan, itu tidak boleh. Tuhan yang punya alam ini. penguasa (harus) mencegah adanya organisasi-organisasi yang bersifat monopoli partikulir yang merugikan ekonomi nasional menurut peraturan yang ditetapkan dengan undang-undang,” ungkap Hatta dalam pidatonya sebagaimana dikutip Anwar Abbas dalam Bung Hatta dan Ekonomi Islam (2010).