JAKARTA - Kongres Pemuda II adalah peristiwa penting dalam sejarah Indonesia. Kaum bumiputra dari berbagai kawasan bersatu mengikrarkan Sumpah Pemuda. Bertanah air, berbangsa, dan berbahasa satu: Indonesia.
Ikrar itu begitu magis. Sumpah Pemuda kemudian mampu menyalakan api perjuangan melawan penjajahan. Namun, ikrar magis takkan muncul jika tiada satu sosok pemuda yang menonjol. Ia mampu jadi mastermind (dalang) kehadiran Sumpah pemuda. Muhammad Yamin, namanya.
Kongres Pemuda I adalah salah satu tonggak pergerakan nasional. Pemuda dari beragam wilayah berkumpul di Batavia pada 30 April-2 Mei 1926. Hajatan dilakukan untuk membangunan semangat perjuangan di antara organisasi pemuda di Indonesia. Antara lain Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon, Sekar Rukun, Jong Islamieten Bond, Studerenden Minahasaers, Jong Bataks Bond, Pemuda Kaum Theosofi, dan lain sebagainya.
Penguatan persatuan dan kesatuan jadi agenda utama. Kesatuan bangsa, kesatuan bahasa, dan menggabungkan gerakan yang tercecer agar satu komando. Semuanya supaya Kongres Pemuda I bermuara pada satu tujuan, kaum bumiputra dapat terlepas dari belenggu penjajahan.
Narasi perjuangan meraih kemerdekaan terlihat dalam Kongres Pemuda I. Sekalipun banyak pula yang melempar kritik. Bahasa yang digunakan sebagai pengantar Kongres Pemuda I didominasi oleh bahasa Belanda. Bahkan, laporan Kongres disusun dengan bahasa Belanda.
Kaum muda kala itu masih menganggap bahasa Belanda yang bernilai. Kapasitas kaum terpelajar dapat terlihat karenanya. Namun, bukan berarti Kongres Pemuda I tak membahas bahasa persatuan. Usulan bahasa persatuan telah di utarakan oleh Muhammad Yamin dari Jong Sumatranen Bond. Namun, belum mencapai kata sepakat. Semangat itu kemudian memantik semangat penyelenggaraan Kongres Pemuda II.
“Bangsa siapa yang menghadiri Kongres Pemuda Indonesia yang pertama dari awal sampai akhir, pasti sangat sepaham dengan kami, bahwa kongres tersebut sungguh berhasil secara gemilang. Semua rapat meresapi pikiran tentang kesatuan Indonesia, suatu konsep yang harus dikerjakan jadi kenyataan oleh kita semua. Bukankah di sana letak kekuatan kita?”
“Bukankah kekuatan itu, yang, berdamping dengan kekuatan lain, memungkingkan kita berhasil berjuang demi kemerdekaan tanah air dan bangsa kita (voor de zelfstandigheid van onze land en volk). Mana kala Anda bertanya, apa yang kami tuntut dari Anda, maka akan kami katakan yang berikut ini: mewujudkan perjuangan bagi cita-cita kesatuan Indonesia sudah dapat dicapai oleh kongres yang baru berlangsung itu. kini pun sudah menjadi kenyataan,” ungkap rumusan Kongres Pemuda I sebagaimana ditulis Daniel Dhakidhae dalam buku Cendekiawan dan kekuasaan dalam negara Orde Baru (2003).
Peran Yamin
Hajatan pemuda kembali bergulir pada 27 dan 28 oktober 1928. Kongres Pemuda II, namanya. Muhammad Yamin tak tinggal diam. Narasi bahasa persatuan kembali didengungkannya saat rapat pertama yang dihadiri ratusan pemuda dari ragam organisasi di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB) pada 27 Oktober 1928.
Pejuang kemerdekaan itu mengungkap persatuan Indonesia adalah hal yang utama. Sebab, Indonesia memiliki persamaan kultur hingga bahasa. Karenanya, Indonesia butuh satu bahasa pemersatu yang kemudian menjadi roh perjuangan. Alias, perjuangan tak melulu ditopang lagi oleh bahasa Belanda.
Gagasan Yamin sempat mendapatkan kritikan sana-sini. Apalagi akar bahasa yang diambil Yamin adalah bahasa Melayu. Bahasa itu penggunanya dianggap tak sebesar bahasa Jawa. Yamin tak menyerah. Ia tetap berkeras bahasa melayu adalah bahasa pergaulan (lingua franca) di Nusantara.
Sebagai solusi, embel-embel bahasa Melayu diubahkan sebagai paripurna sebagai Bahasa Indonesia. ia menambahkan pengalan-penggalan bahasa lainnya untuk menyempurnakan bahasa Indonesia. Yamin menyandingkan bahasa dengan dua poin penting lainnya sebagai cikal bakal tercetusnya Sumpah Pemuda.
Ikrar itu dilengkapnya menjadi bertanah air satu, berbangsa satu, dan berbahasa satu: Indonesia. Ikrar Sumpah Pemuda didengungkan pada rapat ketiga di Gedung Indonesische Clubgebouw, 28 Oktober 1928.
“Sewaktu berumur 25 tahun Muhammad Yamin menjadi Sekretaris Kongres Pemuda II (27-28 Oktober 1928). Muhammad Yamin merupakan pembicara pada hari pertama mengenai persatuan dan kebangsaan Indonesia. Dalam Kongres itu Muhammad Yamin memegang peranan besar dan pidátonya menjadi inti dari keputusan Kongres Pemuda yang sangat terkenal itu, yaitu pidato: Persatuan Kebangsaan Indonesia".
“Putusan Kongres Pemuda susunan Muhammad Yamin itu dikenal dengan Sumpah Pemuda yang akan menjwai semangat pemuda Indonesia pada masa selanjutnya. Sebagai kelanjutan dari Sumpah Pemuda itu antara tanggal 30 Desember rahan dinyatakan dibubarkan,” tertulis dalam buku Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Sumatera Barat (1977).