JAKARTA – Sejarah hari ini, 76 tahun yang lalu, 21 Maret 1947, anak pertama pasangan Mohammad Hatta dan Rahmi Rachim (Yuke) lahir di Yogyakarta. Keduanya memberi nama putri mereka Meutia Farida (Meutia Hatta). Nama itu adalah gabungan usul keluarga dan rekan Hatta.
Hatta pun senang bukan main. Sekalipun ia tak bisa lama-lama menimang anaknya karena negara membutuhkannya. Sebelumnya, Hatta dan segenap petinggi Indonesia memilih untuk hijrah ke Yogyakarta. Semuanya karena kondisi Jakarta sebagai Ibu Kota tak aman.
Boleh jadi semangat proklamasi kemerdekaan Indonesia telah menyebar di seantero negeri. Segenap rakyat Indonesia menyambutnya dengan gegap gempita. Namun, tidak bagi penjajah Belanda di bawah panji Pemerintahan Sipil Hindia Belanda (NICA).
Nafsu NICA untuk menguasai Indonesia kembali muncul. Pemerintah Indonesia dianggap remeh. Sebab, umur Indonesia sebagai negara baru seumur jagung. Apalagi dalam urusan militer. Indonesia serba kekurangan.
Kondisi itu membuat teror NICA merajalela. NICA mengganggu ketertiban dan keamanan di Ibu Kota Jakarta. Rakyat diganggu, pejabatnya apalagi. Bahkan, Bung Karno dan Sutan Sjahrir pun pernah jadi target pembunuhan.
Kondisi yang tak menentu itu membuat empunya kuasa mengambil sikap. Pemerintah Indonesia memilih untuk hijrah sementara waktu ke kota lainnya yang lebih aman. Yogyakarta jadi pilihan. Kota itu dianggap cukup representatif untuk menjalankan roda pemerintahan Indonesia. karenanya, sebagian besar pemimpin bangsa secara diam-diam hijrah ke Yogyakarta. Bung Hatta, terutama.
“Berhubung dengan Jakarta sudah mulai tidak aman, pada tanggal 4 Januari 1946 Presiden dan Wakil Presiden dengan keluarga dan staf mereka pindah ke Yogyakarta, yang untuk sementara waktu dijadikan ibu kota Republik Indonesia. Sesudah itu tiap-tiap departemen berturut-turut ikut hijrah.”
“Mula-mula aku dan keluarga menginap pada Paku Alam, sambil menunggu selesainya rumah yang disiapkan untuk kami di Jalan Reksobayan. Sesudah kira-kira seminggu kami pindah ke rumah yang diperuntukkan bagi kami itu,” terang Bung Hatta dalam bukunya Mohammad Hatta: Memoir (1979).
Kondisi hidup di Yogyakarta serta terbatas. Alih-alih pemimpin negara hidup mewah, perihal gaji pejabat saja pemerintah kesulitan. Namun, hal itu tak membuat nyali pemimpin Indonesia berhenti perjuangan. Bung Hatta, apalagi. Ia terus melanggengkan narasi perlawanan terhadap NICA.
Semangat Bung Hatta tak pernah kendor. Apalagi ia kemudian diberikan titipan yang amat berharga dari Tuhan. Anaknya yang pertama lahir di tengah kegentingan Perang Revolusi pada 21 Maret 1947. Hatta memberikan nama anaknya Meutia Farida.
BACA JUGA:
Seorang anak yang kemudian hari tumbuh menjadi insan berbakti pada bangsa dan negara. Meutia pun dikenal sebagai salah satu pejabat negera di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ia menjabat sebagai Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Indonesia dari 2004 hingga 2009.
“Istri Hatta melahirkan anak pertama di Yogya pada tanggal 21 Maret 1947, beberapa jam setelah Sarwono Prawirohardjo, ahli kandungan, atas permintaan saya tiba dengan kereta api dari Jakarta. Nama yang diberikan kepada bayi perempuan itu Meutia Farida.”
“Nama Meutia diusulkan oleh neneknya yang berasal dari Aceh, sedang nama Farida sayalah yang mengusulkan, karena hari kelahirannya bertepatan dengan kedatangan Duta Besar Mesir pertama untuk Indonesia, dan Permaisuri Raja Farouk dari Mesir adalah puteri cantik bernama Farida,” ungkap dokter pribadi Soekarno dan Hatta, R. Soeharto dalam buku Saksi Sejarah (1988).