Bung Karno Lantik Jenderal Soekanto Sebagai Kapolri Pertama dalam Sejarah Hari Ini, 29 September 1945
JAKARTA – Sejarah hari ini, 77 tahun yang lalu, 29 September 1945, Bung Karno melantik Raden Said Soekanto Tjokrodiatmojo sebagai Kepala Kepolisian Negara Indonesia (Kapolri) yang pertama. Pelantikan itu dilakukan pada sidang kabinet Indonesia pertama kali di Gedung Dewan Menteri (Kini: Gedung Pancasila), Jakarta Pusat.
Putra Sang Fajar memiliki keyakinan bahwa Soekanto dapat membentuk kepolisian nasional. Pengalaman dan dedikasinya sebagai polisi tak perlu diragukan. Ia mampu menggapai posisi tertinggi dalam dunia kepolisian dari zaman Belanda, kemudian Jepang.
Perjalanan karier seorang Soekanto penuh keberuntungan. Ia terlahir dalam keluarga yang berada. Status itu buatnya mendapatkan kesempatan mengenyam pendidikan. Sesuatu yang tak dapat diakses oleh kaum bumiputra kebanyakan.
Alih-alih tunduk kepada Belanda, pendidikan justru membuatnya menjelma sebagai sosok yang kritis. Utamanya saat mengenyam pendidikan di sekolah tinggi hukum, Recht Hooge School (RHS) Batavia (kini: Jakarta). Ia kemudian banyak pertemu dengan banyak pejuang kemerdekaan Indonesia. Antara lain Sartono dan Iwa Kusumasumantri.
Ia pun tak pelit ilmu. Pengetahuan itu dimanfaatkan olehnya untuk mengajar kaum bumiputra yang tak dapat mengakses pendidikan di sekolah Belanda. Kuliahnya sempat berjalan lancar. Namun, masalah datang. Kondisi keuangan keluarga membuat Soekanto harus bersikap. Ia memilih mundur dari RHS. Sedang perjuangannya di Jong Java sementara berhenti.
Ia memilih arena perjuangan lainnya. Ia ingin jadi polisi. Sekolah Aspiran Komisaris Polisi di Sukabumi jadi pilihannya. Sekalipun cukup dilematis. Sebab, Soekanto terpaksa menerima pendidikan yang disediakan Belanda dengan ikatan dinas pada 1930.
“Menghadapi situasi dan kondisi yang dilematis itulah pemuda Said Soekanto berupaya mencari jalan keluarnya dan berani memutuskan untuk menyampaikan permasalahannya kepada rekannya di Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI) seperti Madsani, Muwardi, dan Soesanto, mereka masih kuliah di Sekolah Tinggi Kedokteran Jakarta.
Demikian pula kepada senior-seniornya di Sekolah Tinggi Hukum Jakarta yang aktif dalam pergerakan nasional seperti Sartono dan Soesanto Tirtoprojo,” ungkap Achmad Turan Dkk dalam buku Jenderal Polisi R.S Soekanto: Bapak Kepolisian Negara Republik Indonesia (2000).
Rekan-rekannya memahami keadaan Soekanto. Ia menjalankan pendidikannya dengan baik. Ia pun lulus pada 1933. Karenanya, kariernya sebagai polisi pun dimulai. Segala posisi pernah dicobanya. Dari polisi lalu-lintas hingga intelejen. Ia bertugas tak melulu di Pulau Jawa, tapi luar Jawa: Kalimantan.
Pada zaman Jepang, Soekanto pun diminta menjadi instruktur sekolah polisi di Sukabumi. Di sana Soekanto menelurkan cita-citanya meneruskan penjuangan untuk merdeka. Saban hari ia mencuri waktu untuk menanamkan nasionalisme kepada muridnya. Hoegeng Imam Santoso adalah salah satunya.
Pengalaman menjadi polisi dan guru polisi itulah yang membuat pengetahuan Soekanto akan dunia kepolisian tak perlu diragukan. Rekan-rekannya pun: Sartono dan Iwa Kusumasumantri tak tinggal diam. Selepas Indonesia medeka, keduanya lalu menyarankan Bung Karno untuk mengangkat Soekanto sebagai Kapolri yang pertama dalam sidang kabinet pertama di Gedung Dewan Menteri, 29 September 1945.
“Selanjutnya, Mr. Sartono dan Iwa Kusuma Sumantri membawa Soekanto ke rapat kabinet pertama di bawah pimpinan Presiden RI Ir. Soekarno yang diselenggarakan pada tanggal 29 September 1945. Mereka mengetahui bahwa pemerintah RI membutuhkan kepala kepolisian. meski tidak duduk dalam pemerintahan, keduanya adalah penasihat Bung Karno di awal kemerdekaan.”
“Mr. Sartono adalah pembela Soekarno saat diadili Belanda di Bandung pada 1930. Pada hari itu juga, 29 September 1945, Presiden Soekarno menyambut kedatangan Soekarno dan kemudian menunjuknya menjadi Kepala Kepolisian Negara (KKN) dengan mandat: Bentuk Kepolisian Nasional. Soekanto pun terkejut, dan tanpa persiapan dilantik sebagai Kepala Kepolisian Negara RI tanpa upacara resmi,” terang Awaloedin Djamin dan G. Ambar Wulan dalam buku Jenderal Polisi R.S. Soekanto Tjokrodiatmojo (2016).