JAKARTA - Hari ini, 64 tahun yang lalu, 26 Agustus 1959, pemerintah Indonesia mengubah sebutan Kepala Kepolisian Negara (kini: Kapolri) menjadi Menteri Muda Kepolisian. Perubahaan itu juga berlaku bagi Djawatan Kepolisian Negara (kini: Polri) berubah jadi Departemen Kepolisian.
Sekalipun berubah-ubah, jabatan pemimpin polisi tetap dijabat Jenderal Soekanto. Sebelumnya, Soekanto diberikan mandat oleh Bung Karno untuk membangun kepolisian. Ia pun kemudian dikenang sebagai Kapolri pertama Indonesia.
Sosok kaum bumiputra yang memiliki karier cemerlang sebagai polisi di era penjajahan Belanda dan Jepang tak banyak. Narasi itu karena tak semua kaum bumiputra dapat mengikuti pendidikan polisi. Mereka yang dapat ikut pendidikan termasuk dalam golongan beruntung.
Radan Said (R.S) Soekanto Tjokrodiatmodjo, misalnya. Mulanya keputusan Soekanto ingin menjadi polisi memunculkan pergolakan batin. Ia memiliki mimpi Indonesia merdeka, tapi memilih masuk membantu Belanda bekerja sebagai polisi.
Ismewanya pergolakan batin itu tak berlangsung lama. Kawan-kawan seperjuangannya dari Iwa Kusumasumantri hingga Sartono mendukung niatannya jadi polisi. Mereka pun memberikan Soekanto masukan untuk berjuang sebagai pejuang koorporatif. Alias pejuang kemerdekaan dari dalam tubuh penjajah Belanda.
BACA JUGA:
Soekanto pun memanfaatkan pendidikan sebagai polisi dengan maksimal. Sebuah cita-cita digoreskan dalam sanubarinya. Ia ingin membangun kepolisian Indonesia sewaktu merdeka. Segala macam bekal pelajaran diserapnya baik-baik.
Pucuk dicinta ulam tiba. Ia berhasil jadi polisi, bahkan sampai meraih pangkat tertinggi yang pernah diraih polisi dari kaum bumiputra. Sekalipun pada masa penjajahan Jepang Soekanto banyak bergerak menjadi pendidik polisi muda, termasuk Hoegeng Imam Santoso.
Ia pun mendidik polisi baru dengan memberikan kesadaran akan kemerdekaan hingga mimpi itu jadi nyata. Pun tak disangka-sangka Soekanto diangkat oleh Soekarno sebagai Kepala Polisi Negara pada 29 September 1945.
“Selanjutnya Sartono dan Iwa Kusamasumatri membawa Soekanto ke rapat kabinet pertama di bawah pimpinan Presiden Soekarno yang diselenggarakan pada 29 September 1945. Mereka mengetahui bahwa pemerintah membutuhkan kepala kepolisian. Mesti tak duduk dalam pemerintahan, keduanya adalah penasihat Bung Karno di awal kemerdekaan. Sartono adalah pembela Soekarno saat diadili Belanda di Bandung pada 1930.”
“Pada hari itu juga, 29 September 1945, Presiden Soekarno menyambut kedatangan Soekanto dan kemudian menunjuknya menjadi Kepala Kepolisian Negara (Kini: Kapolri) dengan mandat: Bentuk Kepolisian Nasional. Soekanto pun terkejut, dan tanpa persiapan dilantik sebagai Kapolri tanpa upacara resmi,” ujar Awaloedin Djamin dan G. Ambar Wulan dalam buku Jenderal Polisi R.S. Soekanto Tjokrodiatmodjo (2016).
Mandat membangun Djawatan Kepolisian Nasional tak mudah. Soekanto kerap memutar otak untuk itu. namun, ia tak menyerah. Bermodal pengalaman dan kesabaran, Ia mulai meletakkan fondasi kepolisian. Ragam satuan kepolisian dibentuknya. Dari polairud hingga polwan.
Pun dalam pemerintahan Soekanto kepolisian Indonesia terus berkembang. Sekalipun nama institusi itu terus mengalami perubahan dan berpindah tanggung jawab dari satu kementrian ke kementerian lainnya. Soekanto tak ambil pusing. Sebab, niatannya adalah membangun kepolisian Indonesia.
Alhasil, jabatannya yang dulunya dikenal sebagai Kepala Kepolisian Nasional berubah menjadi Menteri Muda kepolisian. Perubahan juga berlaku pada Djawatan Kepolisian Negara menjadi Departemen Kepolisian yang di bawahi oleh Menteri Pertama (dulunya Perdana Menteri) sekaligus Presiden Indonesia, Soekarno. Semua itu tertuang dalam Surat Edaran Menteri Pertama No. 1/MP/RI/1959 pada 26 Agustus 1959.
“Dengan diumumkannya Dekrit Presiden untuk kembali ke Undang-undang Dasar 1945, maka Status Kepolisian Negara mengalami perubahan-perubahan penting. Dengan keputusan Presiden RI No. 154/1959 tanggal 15 Juli 1959, serta surat edaran Menteri Pertama tanggal 26 Agustus 1959 No. 1/MP/R1/1959 sebutan Kepala Kepolisian Negara diganti dengan Menteri Muda Kepolisian.”
“Sedangkan Jawatan Kepolisian Negara menjadi Departemen Kepolisian, sesuai dengan bunyi pasal 17 ayat 5 UUD 1945. Menteri Muda Kepolisian (disebut Menteri) memimpin Departemen Kepolisian, menetapkan kebijaksanaan umum berdasarkan politik Pemerintah, serta memegang pimpinan dan pengawasan umum Kepolisian Negara. Untuk membantu pelaksanaan tugas Menteri, dibentuk lembaga Direktorat Jenderal yang dipimpin oleh seorang Direktur,” terang Memet Tanumidjaja dalam buku Sedjarah Perkembangan Angkatan Kepolisian (1971).