Menanti Akhir Kisah Drama Irjen Ferdy Sambo, Istrinya, dan Jasad Brigadir J
JAKARTA – Ruwet, berbelit-belit. Dua kata itu cocok disematkan ke kasus yang sedang in, yang melibatkan Kadiv Propam Polri yaitu Irjen Ferdy Sambo. Ceritanya berbelit-belit, melebihi kisah dalam sinetron yang susah ditebak ujungnya.
Diawali dari sebuah tuduhan perselingkuhan, rekaman cctv yang hilang, serta bermacam klaim untuk menutup-nutupi, dalam dua pekan terakhir Indonesia seakan disandera oleh kasus Irjen Ferdy Sambo tersebut. Kepercayaan publik terhadap salah satu lembaga negara terpenting di Asia Tenggara itu sedang dipertaruhkan. Bahkan telah menjadi beban tersendiri untuk Presiden Joko Widodo.
Pastinya, seorang bintara muda yang pada 29 November mendatang genap berusia 28 tahun, Nofriansyah Yoshua Hutabarat ditemukan meninggal dengan luka tembak di rumah Irjen Ferdy Sambo. Situasinya hingga detik ini masih misterius.
Cerita saat ini sampai pada upaya penggalian kembali kubur Brigadir J, yang lantas mempopulerkan istilah ekshumasi. Lantas autopsi ulang jasadnya di RSUD Sungai Bahar, Muarojambi, Jambi menjadi sebuah hal baru di rumah sakit tersebut, karena sebelumnya sama sekali belum pernah dilakukan di situ.
Polisi vs Publik
Titik awal kasus ini sudah jelas, yaitu penemuan jenazah Brigadir J di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo. Brigadir J disebutkan tewas akibat baku tembak, setelah ketahuan hendak berlaku tidak senonoh terhadap istri Sang Jenderal, Putri Candrawathi.
Irjen Ferdy Sambo (49 tahun) sedang tidak ada di rumah karena pergi untuk melakukan tes PCR. Sebelumnya Brigadir J disebutkan baru saja mengantarkan bossnya itu bersama sang istri, dalam perjalanan dari Magelang ke Jakarta. Itu semua adalah kisah versi polisi, yang lantas dikutip dan diberitakan oleh sebagian besar media arus utama di Indonesia.
Tetapi kisah versi pengacara keluarga Brigadir J berbeda, kontradiktif. Mereka mengklaim bahwa kematian Brigadir J di rumah Irjen Ferdy Sambo adalah disebabkan “pembunuhan berencana”. Bahkan dia lebih dahulu disiksa sebelum dibunuh.
Salah satu pengacara keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak mengatakan bahwa ditemukan banyak luka dan memar di tubuh Sang Bintara Muda. Keluarga Brigadir J menentang arahan kepolisian untuk tidak membuka peti jenazah setelah tiba di Muarojambi, rumah orangtuanya.
Peti jenazah akhirnya dibuka. Tangisan keluarga berderai saat mereka mengetahui kondisi jenazah Brigadir J. Kancing baju seragamnya dibuka oleh keluarga, sehingga rekaman video dan foto kondisi jasad Brigadir J yang penuh luka beredar di bermacam platform media sosial.
“Berdasarkan barang bukti seperti gambar dan keterangan saksi, ada sayatan di bawah mata, sayatan benda tajam di hidung, sayatan di bibir, bekas luka di leher, bekas luka bakar dari sundutan rokok, dan tulang jemari remuk,” kata Kamaruddin kepada media, termasuk media asing seperti The Sydney Morning Herald dan The Age dari Australia.
“Kuku jarinya dicabut pakai penjepit, kakinya ditusuk benda tajam, dan ada sayatan di belakang telinganya,” ujar Kamaruddin lagi.
Uraian polisi bahwa Brigadir J menembak tujuh kali namun semua meleset juga pantas menjadi pertanyaan. Dia disebutkan sebagai anggota Korps Brigade Mobil, dan seorang penembak jitu. Sementara lawannya dalam kisah adu tembak versi polisi melepaskan lima tembakan. Empat kena tepat di sasaran, namun meninggalkan tujuh luka tembak di tubuh Brigadir J. Sekali lagi, tujuh luka tembak!
Tim pengacara juga menyebutkan bahwa Brigadir J mendapatkan ancaman pembunuhan, sehari sebelum dia tewas di rumah Irjen Ferdy Sambo. Daftar panggilan telpon dan pesan-pesan dari ponsel Brigadir J juga sudah raib, dihapus.
Pertanyaan lain yang muncul adalah soal senjata yang dipakai untuk menembak Brigadir J. Disebutkan bahwa Brigadir J ditembak menggunakan pistol semiotomatis buatan Austria, Glock 17. Senjata itu tidak lazim digunakan oleh anggota polisi berpangkat rendah. Dan satu keganjilan lagi, insiden tersebut diumumkan tiga hari setelah kejadian.
Menyoal rekaman CCTV. Semula disebutkan bahwa CCTV di rumah Irjen Ferdy Sambo rusak. Tetapi lantas muncul pernyataan bahwa polisi sedang memeriksa rekaman, yang semula tidak ditemukan dari sekitar TKP maupun lingkungan sekitar rumah Irjen Ferdy Sambo.
Potensi Mencederai Integritas Polri
Jika kematian Brigadir J di rumah Irjen Ferdy Sambo tidak benar-benar dituntaskan, maka ini berpotensi mencederai integritas lembaga Kepolisian Republik Indonesia.
Seperti yang dikatakan Bambang Rukminto, peneliti masalah kepolisian pada Institute for Security and Strategic Studies. Menurutnya kasus ini sebenarnya adalah “masalah kriminal biasa”, namun ditangani secara tidak profesional oleh kepolisian sehingga berisiko merusak integritas lembaga tersebut.
Baca juga:
- Mahkamah Konstitusi Tolak Legalisasi Ganja Medis: Bukan Berarti Perjuangan Santi Warastuti Finis
- Ketika Orang Australia Membuka Cakrawala Santi Warastuti tentang Manfaat Tanaman Ganja
- Dinasti Politik dan Korupsi adalah Anak Haram Gerakan Reformasi
- Borok Dinasti Politik Bupati Bogor: Ade Yasin Bicara Antikorupsi tapi Tersangka Korupsi
“Saya sudah sampaikan, usut tuntas. Buka apa adanya, jangan ditutup-tutupi, transparan. Sudah! Hal ini penting agar tidak ada keraguan masyarakat atas peristiwa yang terjadi. Inilah yang harus dipertahankan. Kepercayaan pubik kepada Polri harus dijaga,” kata Presiden Jokowi menangapi insiden di rumah Irjen Ferdy Sambo, seperti dikutip Antara pada 21 Juli 2022.