Bagikan:

JAKARTA - “Buka, buka, buka,” Samuel Hutabarat terus berteriak. Dia memaksa polisi untuk membuka peti jenazah putranya. Istri Samuel, Rosti Simanjuntak pun shock. Mulutnya terus meracau di depan peti jenazah Brigadir Nopryansah Joshua Hutabarat (Brigadir J). Brigadir J adalah anggota polisi yang meninggal dengan luka tembak di rumah Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan pada 8 Juli 2022.  

Sambil sesenggukan menahan tangis, Rosti terus memaksa polisi membuka peti. Sebagai ibu, dia ingin melihat jasad anaknya untuk kali terakhir. Polisi pengantar jenazah tetap menolak dengan alasan jenazah sudah diotopsi.

Keluarga dan polisi sempat bersitegang. Terlebih, saat Samuel diminta menandatangani dokumen terlebih dahulu bila ingin membuka peti jenazah.

“Saya tolak, karena itu sama dengan membeli kucing dalam karung. Nanti kalau terjadi masalah dan saya sudah tanda tangan, malah saya dipermasalahkan,” tutur Samuel.

Akhirnya, polisi pengantar jenazah Brigadir J luluh. Keluarga membuka peti jenazah dengan catatan hanya orangtua, saudara kandung, dan bibi yang boleh melihat. Juga, tidak boleh foto. Keluarga Samuel sepakat.

Kapolda Jambi, Irjen Albertus Rachmad Wibowo berkunjung ke kediaman mendiang Brigadir J di Desa Suka Makmur, Kecamatan Sungai Bahar, Kabupaten Muarojambi, Jambi pada Kamis 14 Juli 2022. (Dok. Humas Polda Jambi)

Keesokan harinya, Minggu (10/7), peti jenazah Brigadir J dibuka. Keluarga, menurut keterangan Rohani Simanjuntak, tante Brigadir J, terkejut melihat kondisi jenazah yang penuh luka.

Ada 2 luka bekas tembakan di dada kanan, satu besar, satu kecil. Lalu jari manis dan kelingking patah. Dari jari kelingking masih keluar darah segar. Perut Brigadir J juga mengalami lebam.

“Leher sebelah kanan ada tembakan, tangan sebelah kiri juga ada bekas tembakan. Di kaki kanan ada bekas penganiayaan senjata tajam. Mata kiri sebelah kanan ada luka kaya sayatan. Di hidung ada bekas jahitan, di bibir juga. Giginya tadi rapih, pas dilihat berantakan,” ucapnya dikutip dari Metro TV Rabu (13/7).

Keluarga mulai curiga. “Kenapa pengaduan mereka waktu datang pertama itu baku tembak katanya,” ucap Rohani.

Kecurigaan semakin besar ketika mengetahui tidak ada bukti CCTV dari rumah Irjen Ferdy Sambo. Handphone Brigadir J juga tidak ditemukan. Lagipula, kata Samuel, bila memang terjadi baku tembak seperti yang diucapkan pihak kepolisian, seterunya juga pasti terkena tembak, apalagi Brigadir J yang lebih dulu menembak dan dia berpengalaman sebagai sniper.

“Tapi ya, hanya Tuhan yang tahu. Hukum dunia bisa direkayasa, hukum Tuhan tidak bisa,” ucapnya dikutip dari Tribunnews, Selasa (19/7).

Keluarga hanya bisa pasrah meski banyak kejanggalan. Saat ditanya apakah keluarga akan melapor. Rohani dalam wawancara dengan Metro TV menjawab, “Apalah daya kami, kami tidak bisa berbuat apa-apa. Yang kami lawan adalah jenderal, kalau kami ngadunya paling sama Pak Presiden atau Pak Kapolri. Mudah-mudahan Kapolri menonton siaran kami ini ya, Kalau kami orang lemah, tak berdaya kami.”

Keputusan Keluarga Berubah

Selang beberapa hari, keluarga akhirnya memutuskan menempuh jalur hukum guna menjawab segala kecurigaan. Belum lagi, tuduhan pelecehan yang diberitakan media sangat mengganggu mental keluarga. Sudah tewas terbunuh juga dituduh melakukan pelecehan terhadap istri bos, Putri Chandrawati yang tak lain adalah istri Irjen Ferdy Sambo.

Akhirnya, pada senin (18/7), tim kuasa hukum keluarga Brigadir J mendatangi Bareskrim Polri. Keluarga dan tim penasehat hukum menemukan sejumlah fakta berbeda dengan yang dirilis oleh Karopenmas Mabes Polri.

“Antara lain, Karopenmas mengatakan terjadi tembak-menembak, tetapi kami tidak menemukan fakta itu dan karopenmas tidak bisa menunjukkan buktinya, berarti itu adalah hoaks,” ucap pengacara keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak saat dihubungi VOI, Selasa (19/7).

Keluarga justru menemukan luka senjata tajam, luka sayatan, luka memar akibat pemukulan di sekujur tubuh.

“Kemudian ada pengerusakan gigi, rahang, sayatan di bibir, sayatan di hidung, sayatan di mata. Luka hancur di bahu sebelah kanan, dugaan pengerusakan jari-jari dan tangan kemudian sampai dengan luka sayatan di kaki,” jelas Kamaruddin Simanjuntak.

Kuasa hukum keluarga mendiang Brigadir J, Kamaruddin Sumanjuntak menunjukkan laporan ke polisi terkait dugaan pembunuhan berencana. (Antara)

Artinya, kalau ada luka sayatan berarti bukan luka tembak-menembak, melainkan penganiayaan dan pembunuhan berencana yang mengakibatkan kematian orang lain atau pembunuhan atau penganiayaan berat mengakibatkan kematian orang lain.

“Bukti-bukti sudah kami siapkan. Ada dalam dokumen berbentuk foto dan video. Dari luka yang diderita, pelakunya bisa lebih dari satu orang,” ucapnya saat dihubungi, Selasa (19/7).

Kamaruddin meminta otopsi ulang. Juga, lakukan visum et repertume. "Jangan-jangan jeroannya pun sudah tidak ada di dalam. Kita tidak tahu," katanya.

Pada hari kejadian Jumat (8/7) sekitar pukul 10.00 WIB, lanjut Kamaruddin, Brigadir J masih berkomunikasi dengan ibunya lewat handphone. Brigadir J, bilang sedang berada di Magelang dan mau menuju Jakarta. Kamaruddin memperkirakan jarak waktu tempuh Magelang-Jakarta sekitar 7 jam, berarti sampai Jakarta sekitar pukul 17.00 WIB.

Namun, berdasar surat permohonan otopsi dari Kapolres Jakarta Selatan kepada Rumah Sakit Polri tertanda pukul 17.00 WIB.

“Berarti Brigadir J datang sudah dalam kondisi mayat. Ini berarti, tindak pidana menyangkut locus delicti di antara Magelang dan Jakarta,” ucapnya.

Atas dasar itu, Kamaruddin meminta kepolisian segera mengamankan alat-alat yang bisa menjadi barang bukti.

“Mulai dari CCTV dari Magelang sampai Jakarta, mobil yang dipakai Brigadir J dari Magelang ke Jakarta. Hingga, ponsel Irjen Ferdy Sambo beserta istrinya juga harus disita. Kemudian ponsel Bharada E dan ajudan lainnya.”

Ada pun mengenai handphone milik Brigadir J yang tidak juga ditemukan hingga saat ini, Kamaruddin menduga ada indikasi pencurian atau penghilangan.

“Sampai sekarang empat nomor handphone milik korban tidak ditemukan dimana. Dengan adanya handphone milik korban, proses penyeledikan akan lebih mudah dan cepat. Saya juga sudah buat laporan itu, terkait dugaan pencurian dan atau penggelapan ponsel korban,” imbuhnya.

Bentuk Tim Investigasi

Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo memenuhi desakan masyarakat yang meminta Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo dinonaktifkan. Sebagai penggantinya adalah  Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono. Kapolri berharap pemeriksaan bisa lebih objektif.

“Tentunya kita mengharapkan bahwa kasus ini bisa dilaksanakan pemeriksaan secara transparan objektif dan tentunya karena khusus menyangkut masalah anggota. Kami juga ingin bahwa peristiwa yang ada ini betul-betul bisa menjadi terang, oleh karena itu tim bergerak sehingga rekomendasi dari tim gabungan eksternal dan internal yang telah kita bentuk ini menjadi masukan yang akan digunakan untuk menindaklanjuti terkait dengan hal-hal yang mungkin bisa kita dapatkan untuk melengkapi proses penyelidikan dan penyidikan yang ada,” papar Kapolri dalam konferensi pers, Senin (18/7)

Kapolri juga membuat tim khusus untuk mengusut tuntas kasus kematian Brigadir J. Tim dipimpin Komjen Gatot Eddy Pramono. Beranggotakan Irwasum Polri Komjen Agung Budi Maryoto, Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto, Kabaintelkam Polri Komjen Ahmad Dofiri, dan Asisten Kapolri bidang SDM Irjen Wahyu Widada. Tim melibatkan juga Komnas HAM, Kompolnas.

Anggota Kompolnas Albertus Wahyurudhanto menilai langkah Kapolri menonaktifkan Irjen Ferdy Sambo dari jabatannya sebagai Kadiv Propam merupakan langkah tepat. Bisa memenuhi keinginan publik sekaligus menghindari kekhawatiran intervensi saat proses penyelidikan dan penyidikan.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengumumkan penonaktifan Irjen Ferdy Sambo dari jabatan Kadiv Propam Polri. (Antara) 

“Langkah tepat dan pada momen yang pas ketika proses penyelidikan dan penyidikan sudah sampai tahap-tahap krusial. Apalagi, yang ditunjuk sebagai pengganti adalah perwira bintang tiga,” katanya dilansir dari Kompas TV, Selasa (19/7).

Sebab, bagaimana pun juga Irjen Ferdy Sambo, tidak akan lepas dari penyelidikan. Tim akan lebih mudah ketika membutuhkan keterangan dari siapapun terkait kasus ini, termasuk keterangan dari Irjen Ferdy Sambo.  

“Kalau masih menjabat, pasti ada prosedur, ada kekhawatiran, ada intervensi, ada kesungkanan. Sekarang sudah tidak ada lagi,” tuturnya.

Albertus juga menilai apa yang dilakukan oleh kuasa hukum keluarga almarhum Brigadir J sangat tepat. Sehingga, nantinya penegakan hukum bisa berjalan transparan dan akuntable.

“Dengan adanya laporan polisi, maka proses hukum menjadi pro justitia. Penanganannya akan lebih efektif karena semua yang dimintai keterangan dan diperiksa akan masuk dalam berita acara pemeriksaan,” kata Albertus Wahyurudhanto.

Analis politik dan Direktur IndoStrategi Research and Consulting Arif Nurul Imam berpendapat sama. “Ini tentu akan memudahkan tim gabungan melakukan penyelidikan dan penyidikan,” ucapnya lewat keterangan tertulis kepada wartawan, Selasa (19/7).

Arif juga mengapresiasi inisiatif Kapolri membentuk tim khusus dan tim eksternal terlibat dalam pengusutan kasus yang melibatkan Irjen Ferdy Sambo. “Dengan transparannya penanganan kasus ini, harapannya dapat mencapai keadilan yang sesuai,” tandasnya.