Menteri PPPA Bintang Puspayoga Sebut UU TPKS Wujud Kehadiran Negara Lindungi Hak Korban
JAKARTA - Menteri PPPA Bintang Puspayoga menegaskan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang telah diterbitkan pada 9 Mei 2022 merupakan wujud kehadiran negara dalam upaya melindungi dan memenuhi hak korban atas penanganan, pelindungan, dan pemulihan.
"UU ini merupakan angin segar bagi perempuan dan anak Indonesia yang paling rentan menjadi korban kekerasan seksual karena merupakan UU lex specialist (khusus) yang dapat memberikan perlindungan komprehensif terhadap korban kekerasan seksual dari hulu hingga ke hilir, " kata Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin.
Menteri Bintang menambahkan UU tersebut memberi perlindungan kepada anak dan perempuan dengan mencegah segala bentuk kekerasan seksual, menangani, melindungi dan memulihkan korban, melaksanakan penegakan hukum dan merehabilitasi pelaku, mewujudkan lingkungan tanpa kekerasan seksual dan menjamin tidak berulangnya kekerasan seksual.
Pengesahan UU TPKS sejalan dengan salah satu isu prioritas Presiden Joko Widodo kepada Kementerian PPPA, yaitu penurunan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Baca juga:
- Misteri Luka Sayatan Brigadir J Dijawab Mabes Polri
- Dipicu Utang Belasan Juta Plus Kerap Diejek, Pria di Sumut Tembak Temannya
- Bharada E Sempat Bertanya 'Ada Apa Bang' Usai Dengar Teriakan dari Istri Kadiv Propam, Brigadir J Langsung Merespons dengan Tembakan
- Terungkap Aksi Brigadir J Sebelum Ditembak Rekannya, Masuk ke Kamar Istri Kadiv Propam, Sempat Todongkan Pistol
"Korban dan negara mengalami dampak luar biasa akibat TPKS yang meliputi penderitaan fisik, mental, kesehatan, ekonomi, sosial, dan politik. Oleh karena itu, peraturan komprehensif yang mengatur tentang kekerasan seksual menjadi sangat dibutuhkan," tuturnya.
Sementara Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian PPPA Ratna Susianawati mengatakan tidak hanya pemulihan, penanganan, dan penyelesaian kasus kekerasan seksual, UU TPKS juga mengatur mengenai pencegahan melalui partisipasi masyarakat.
"Kita harus mendorong adanya partisipasi publik, partisipasi masyarakat, terutama partisipasi keluarga untuk memastikan pencegahan bisa dilaksanakan secara masif. Oleh karena itu, organisasi perempuan, ormas, jaringan masyarakat, dan pemerintah perlu melakukan berbagai upaya sosialisasi dan diseminasi sehingga masyarakat dapat memahami esensi UU ini," ujar Ratna.