RUU TPKS Siap Diteruskan ke Pembicaraan Tingkat II, Pekan Depan Dibawa ke Paripurna
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga (Foto via Kementerian)

Bagikan:

JAKARTA - Badan Legislasi DPR RI dan Pemerintah telah menyelesaikan Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual pada pembicaraan tingkat I di Kompleks Parlemen, Rabu, 6 April.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga, mengatakan RUU TPKS siap diteruskan pada pembicaraan tingkat II, guna pengambilan keputusan dalam Rapat Paripurna DPR RI yang dijadwalkan pada pekan depan. Dia mengungkapkan, selama kurang lebih tujuh hari secara maraton seluruh Fraksi dalam Badan Legislasi telah memberikan pendapatnya.

"Kami atas nama Pemerintah mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Panitia Kerja RUU TPKS dan Badan Legislasi DPR RI yang telah menunaikan tugasnya dengan sangat baik, cepat dan di dalam suasana yang sangat kondusif," ujar Bintang melalui keterangan tertulis, Kamis, 7 April.

"Perjalanan pembahasan ini memberikan banyak pelajaran bagi kita semua untuk semakin memahami betapa ragam pemikiran dan pertimbangan yang semuanya telah berkontribusi sangat positif bagi penyempurnaan naskah RUU TPKS ini," tambahnya.

Bintang bersyukur pada akhirnya RUU tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) dapat disetujui bersama dan akan dilanjutkan ke Rapat Paripurna DPR RI untuk disahkan menjadi Undang-Undang.

Dia menuturkan, seluruh jerih payah, waktu, dan tenaga yang sudah dicurahkan oleh panitia Kerja RUU TPKS dan Badan Legislasi DPR RI dengan segala harap dan penantian serta kesabaran para korban dan para pendamping korban.

“Pada dasarnya dan sesungguhnya UU ini adalah milik kita bersama yang disusun bersama antara DPR RI, Pemerintah dan Masyarakat Sipil," kata Bintang

"Undang-undang ini nantinya merupakan wujud nyata kehadiran Negara dalam upaya mencegah segala bentuk kekerasan seksual, menangani, melindungi, dan memulihkan korban, melaksanakan penegakan hukum, merehabilitasi pelaku, mewujudkan lingkungan tanpa kekerasan seksual, serta menjamin ketidakberulangan terjadinya kekerasan seksual," lanjutnya.

Bintang pun mengajak seluruh pihak untuk menjaga komitmen bersama, yang sudah tumbuh dari sejak awal penyusunan RUU TPKS ini.

"Agar RUU yang akan disahkan ini menjadi Undang-Undang yang dapat dilaksanakan secara komprehensif dan integratif," pungkas Bintang.

Sebelumnya, Baleg DPR RI bersama pemerintah sepakat mengambil keputusan atas hasil pembahasan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) pada tingkat I.

Keputusan ini menandakan bahwa RUU TPKS akan dibawa ke paripurna DPR RI untuk disahkan. Kesepakatan tingkat I diambil saat rapat pleno di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 6 April, siang.

Rapat tersebut dihadiri secara fisik oleh seluruh fraksi, Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy, dan Menteri PPPA Bintang Puspayoga. Rapat itu dipimpin oleh Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas.

Seluruh fraksi di DPR memberikan pandangan dan sikapnya terkait RUU TPKS. Mayoritas fraksi di DPR menyatakan setuju RUU TPKS dibawa ke paripurna DPR.

"Apakah Rancangan Undang-Undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual ini bisa kita setujui untuk diteruskan dalam sidang paripurna untuk pembicaraan tingkat II?" tanya Supratman Andi Agtas selaku pimpinan sidang.

"Setuju," jawab peserta rapat.

Namun sikap berbeda ditunjukkan Fraksi PKS DPR RI, yang menolak RUU TPKS dibawa ke tahap paripurna DPR RI. Fraksi PKS meminta pengesahan RUU TPKS dilakukan setelah RKUHP disahkan atau keduanya dibahas secara bersamaan.

"Kami Fraksi Partai Keadilan Sejahtera menolak RUU tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual untuk disahkan menjadi undang-undang dan dilanjutkan ke tahap berikutnya sesuai peraturan perundang-undangan sebelum didahului adanya pengesahan RKUHP," kata Ketua DPP PKS Al Muzzammil Yusuf saat memberikan pandangannya.

"Dan/atau pembahasan RUU TPKS dilakukan bersama dengan pembahasan RKUHP dengan melakukan sinkronisasi seluruh tindak pidana kesusilaan yang meliputi segala bentuk kekerasan seksual, perzinaan, dan penyimpangan seksual," imbuhnya