Diduga Sebarkan Ujaran Kebencian, Jumhur Hidayat KAMI Terancam Hukuman 10 Tahun Penjara
JAKARTA - Petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Jumhur Hidayat resmi dijadikan tersangka oleh Bareskrim Polri terkait kasus dugaan menyebarkan ujaran kebencian dan penghasutan.
Kadiv Humas Polri, Irjen Argo Yuwono mengatakan, pihaknya menangkap dan menjadikan Jumhur Hidayat sebagai tersangka akibat unggahan di media sosial. Dimana di akun twitternya, Jumhur menyebut UU hanya untuk orang primitif.
"JH di aku twitternya nulis salah satunya Undang-Undang memang untuk primitif investor dari RRT (Republik Rakyat Tiongkok) dan pengusaha rakus," ujar Argo kepada wartawan, Kamis, 15 Oktober.
Menurut dia, unggahan mantan Kepala BNP2TKI ini masuk dalam tindak pidana penyebaran berita bohong yang berunsur SARA. Penyidik, kata dia, sudah mengamankan beberapa alat bukti. Antara lain, hard disk, ipad, dan spanduk.
Atas perbuatannya, Jumhur dijerat dengan Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45 A ayat (2) Undang-Undang ITE, dan Pasal 14 ayat (1) dan (2), Pasal 15 nomor 1 tahun 1946.
"Ancaman hukuman 10 tahun," kata dia.
Baca juga:
Adapun Bareskrim Polri menangkap Jumhur Hidayat di rumahnya di kawasan Cipete, Jakarta Selata, pada Selasa, 13 Oktober. Selain itu, Bareskrim Polri juga menangkap tujuh orang yang tergabung dalam Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI). Mereka diamankan di Jakarta dan Medan, Sumatera Utara.
Identitas empat orang yang ditangkap di Medan yakni, Juliana, Devi, Wahyu Rasari Putri, dan Khairi Amri yang merupakan Ketua KAMI Medan.
Sedangkan yang ditangkap di Jakarta merupakan anggota Komite Eksekutif KAMI, yakni Syahganda Nainggolan, Anton Permana, dan mantan calon anggota legislatif PKS, Kingkin Anida.