Sebut Ukraina Ingin Perdamaian, Presiden Zelenskiy : Kami Berada di Tanah Kami dan Tidak Akan Memberikan Apa Pun
JAKARTA - Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy menuduh Rusia merusak upaya perdamaian dan mengesampingkan membuat konsesi teritorial, dalam pidato pada Selasa dinihari.
Presiden Zelenskiy berbicara setelah keputusan Rusia untuk secara resmi mengakui dua wilayah Ukraina timur yang didukung Moskow, sebagai wilayah merdeka dan mengirim pasukan ke wilayah tersebut, mempercepat krisis yang dikhawatirkan Barat dapat memicu perang besar.
Setelah memimpin pertemuan dewan keamanan, Presiden Zelenskiy menuduh Rusia melanggar wilayah kedaulatan Ukraina, mengatakan itu bisa berarti Moskow menghentikan pembicaraan damai Minsk yang bertujuan untuk mengakhiri konflik separatis di Ukraina timur.
Selain itu, Presiden Zelenskiy mengatakan Ukraina ingin menyelesaikan krisis melalui diplomasi, tetapi negaranya siap untuk menghadapi ketegangan jangka panjang.
"Kami berkomitmen pada jalan damai dan diplomatik, kami akan mengikutinya dan hanya itu," kata ujar Presiden Zelinskiy, seperti melansir Reuters 22 Februari.
"Tapi kami berada di tanah kami sendiri, kami tidak takut pada apa pun dan siapa pun, kami tidak berutang apa pun kepada siapa pun, dan kami tidak akan memberikan apa pun kepada siapa pun," tegasnya.
Lebih jauh dia menyerukan pertemuan puncak darurat para pemimpin Ukraina, Rusia, Jerman dan Prancis sambil mendesak sekutu Ukraina untuk mengambil tindakan terhadap Rusia.
Diketahui, Presiden Rusia Vladimir Putin mengakui dua wilayah yang memisahkan diri di Ukraina timur sebagai wilayah merdeka, Republik Rakyat Donetsk dan Republik Rakyat Lugansk pada Senin, memerintahkan tentara Rusia untuk melancarkan apa yang disebut Moskow sebagai operasi penjaga perdamaian ke wilayah itu, mempercepat krisis yang dikhawatirkan Barat dapat memicu perang besar.
Tindakan Rusia menarik kecaman AS dan Eropa dan sumpah sanksi baru, meskipun tidak segera jelas apakah tindakan militer Rusia akan dianggap oleh Barat sebagai awal dari invasi skala penuh. Daerah itu sudah dikuasai oleh separatis yang didukung Rusia dan Moskow dalam praktiknya.
Untuk diketahui, sebelumnya Pemerintahan Presiden Zelenskiy telah menyuarakan frustrasi atas keengganan Barat untuk menjatuhkan sanksi pendahuluan, setelah Rusia mengumpulkan lebih dari 100.000 tentara di dekat perbatasan Ukraina dalam beberapa pekan terakhir.
"Kami mengharapkan langkah-langkah dukungan yang jelas dan efektif dari mitra kami. Sangat penting untuk melihat siapa teman dan mitra sejati kita, dan siapa yang akan terus menakuti Federasi Rusia dengan kata-kata," tukasnya.
Baca juga:
- Rusia Akui Kemerdekaan Donetsk dan Lugansk, Presiden Biden Tanda Tangani Perintah Larangan Dagang dan Investasi
- Presiden Putin Akui Kemerdekaan Donetsk dan Lugansk, AS hingga Uni Eropa Ramai-ramai Siapkan Sanksi Baru
- Akui Kemerdekaan Wilayah Donetsk dan Lugansk, Presiden Putin Kirim Pasukan ke Ukraina Timur
- Krisis Perbatasan Ukraina-Rusia, Presiden Jokowi: Perang Tidak Boleh Terjadi
Diberitakan sebelumnya, Pemerintahan Biden pada Hari Minggu menolak untuk melepaskan sanksi terhadap Rusia, menjelang invasi Rusia yang diantisipasi secara luas ke Ukraina, meskipun ada kritik dari Kyiv dan kritikus dalam negeri.
"Tujuan dari sanksi pada tingkat pertama adalah untuk mencoba mencegah Rusia berperang. Segera setelah Anda memicu mereka, pencegahan itu hilang," kata Menteri Luar Negeri Antony Blinken kepada acara 'State of the Union' CNN seperti melansir Reuters.
Adapun Sekretaris Pers Pentagon John Kirby dalam kesempatan yang sama berpendapat, sanksi Rusia sekarang akan memicu invasi.
"Jika Anda menghukum seseorang untuk sesuatu yang belum mereka lakukan, maka mereka mungkin akan melakukannya," ujar John Kirby di acara Fox News Sunday.