Aksi 212 Dilarang, Demo Buruh Boleh: Ada Unsur Politis?

JAKARTA - 2 Desember hari ini, DKI Jakarta diriuhkan massa aksi Reuni 212. Karena tak mendapat izin untuk menggelar aksi, beberapa massa yang kadung hadir pun dibubarkan aparat. Beberapa massa memerotes pelarangan ini, sebab kalau masalahnya kerumunan, mengapa aksi demo buruh kemarin-kemarin diperbolehkan, sedangkan aksi mereka tidak.

Siang tadi aparat gabungan sibuk membubarkan massa aksi Reuni 212 yang berkerumun di penyekatan Jalan Kebon Sirih dan Jalan H.Agus Salim, Jakarta Pusat. Massa memaksa masuk namun dihalau petugas yang sudah standby sejak Rabu 1 Desember.

Jumlah aparat yang membubarkan massa Reuni 212 cukup banyak. Sampai akhirnya, peserta aksi satu per satu meninggalkan lokasi, menuju arah Bundaran HI, sambil sesekali melantunkan takbir.

Direktur Binmas Polda Metro Jaya Kombes Pol Badya Wijaya didampingi Kabag Ops Polres Metro Jakarta Pusat AKBP Guntur Muhammad Thariq melakukan pembubaran tersebut karena dinilai memicu kerumunan. "Kembali ke rumah masing-masing, monggo. Sekali lagi bapak-bapak, ibu-ibu, untuk tidak berkumpul. Oke foto-foto dulu," ujarnya.

Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Dudung Abdurachman juga sempat memantau langsung kegiatan aksi Reuni 212 yang mulai dihadiri para peserta aksi. Dudung diampingi oleh Pangdam Jaya Mayjen TNI Mulyo Aji dan Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran.

Kendati dipukul mundur aparat, massa Reuni 212 sempat melontarkan aspirasinya. Setidaknya ada tiga tuntutan yang dilontarkan Ketua Umum Persaudaraan Alumni 212 Slamet Maarif tatkala berorasi di atas mobil komandi di Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat.

Massa aksi reuni 212 yang dipukul mundur aparat (Diah/VOI)

Pertama, peserta aksi Reuni 212 menuntut penghentian kriminalisasi ulama. Namun, ia tak menyinggung siapa pihak yang mendapat kriminalisasi itu.

Kedua, Slamet menolak pembubaran Majelis Ulama Indonesia (MUI) usai narasi pembubaran MUI merebak karena salah satu anggota komisi fatwanya ditangkap Densus 88. Ketiga, Slamet mengajak massa untuk menolak praktik korupsi. Ia pun menyoroti dugaan korupsi pada bisnis pengadaan tes PCR.

Saat dipukul mundur aparat, massa sempat protes. Mereka membandingkan aksinya dengan demo buruh yang diberi izin padahal sama-sama berkerumun.

Salah seorang peserta aksi Reuni 212 yang memprotes adalah Halimah. "Kemarin demo buruh boleh, Pak. Itu kan juga kerumunan. Kita cuma reuni aja, silaturahmi," kata dia. Lalu apa tanggapan polisi?

Alasan tak diberi izin

Menanggapi hal itu, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes E Zulpan mengatakan pemberian izin memang berasal dari kepolisian. Namun peserta aksi Reuni 212 tak mendapat rekomendasi Satgas COVID-19. Padahal itu menjadi salah satu syarat untuk menggelar aksi.

"Bukan hanya Polda yang berpandangan seperti ini. Silakan tanya Pak Gubernur, Satgas COVID-19 DKI, kenapa enggak mengeluarkan rekomendasi," kata Zulpan kepada wartawan, Kamis 2 Desember.

Zulpan bilang aksi Reuni 212 tak diizinkan bukan karena tahun-tahun sebelumnya sempat rusuh. Menurutnya alasan utama Reuni 212 dilarang lantaran sekarang Jakarta masih mengalami situasi pandemi COVID-19. "Enggak, ini karena situasi COVID-19."

Menurut Zulpan izin keramaian di Patung Kuda tidak berada di bawah Polda Metro Jaya tapi di bawah Pemda. "Pemdanya tidak mengeluarkan izin."

Selain itu, Zulpan bilang Reuni 212 juga ditolak pengurus Masjid Az Zikra, Sentul, Bogor. "Bahwa bukan hanya penolakan rekomendasi di wilayah hukum Polda Metro Jaya atau satgas COVID-19, ternyata di masjid Az Zikra Bogor mereka juga tidak dapat izin," kata Zulpan.

Berbeda dengan aksi Reuni 212 yang tak diberi izin, demo massa buruh sempat berlangsung lancar di kawasan Patung Kuda, Gambir, Jakarta Pusat. Buruh itu tergabung dalam Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI). Mereka menuntut kepada pemerintah tertinggi agar mengeluarkan surat keputusan tentang upah layak.

Aksi buruh demo di kawasan Patung Kuda, Jakarta (Foto: Rizky Sulistio/VOI)

Ada unsur politik?

Melihat adanya perbedaan sikap ini, Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin menilai kemungkinan ada unsur politis. Pasalnya menurut Ujang peserta aksi Reuni 212 ada yang membentangkan spanduk Presiden Joko Widodo mundur.

"Mungkin saja unsur politis itu ada. Mungkin jika buruh tuntutannya soal upah. Sedang PA 212 ada yang bentangkan spanduk Jokowi Mundur," kata Ujang kepada VOI.

Menurut Ujang, demo massa buruh itu menuntut hak. Sementara peserta Reuni 212 adalah bagian dari pihak yang menjadi oposisi pemerintah.

"Buruh itu menuntut hak. Bukan oposisi pemerintah. Sedangkan kelompok PA 212 merupakan bagian dari pihak yang menjadi oposisi pemerintah."

Sementara itu dari segi tekanan politis, menurut Ujang massa buruh dan massa aksi Reuni 212 ini memang berbeda. "Kalau secara jumlah banyak buruh. Namun jumlah yang turun ke jalan banyak massa 212," ujarnya.

*Baca Informasi lain tentang REUNI 212 baca tulisan menarik lain dari Ramdan Febrian Arifin.

BERNAS Lainnya