Selain Tak Hadir Saat Dipanggil, Eks Kepala Pajak Bantaeng Disebut KPK Berikan Keterangan Berbelit
JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan eks Kepala Pajak Bantaeng, Wawan Ridwan dianggap tidak kooperatif karena berbagai hal.
Selain tidak hadir saat diperiksa, ia dianggap memberikan keterangan berbelit sehingga penyidik memutuskan untuk melakukan penangkapan di kantornya.
"Tidak kooperatifnya seperti apa? Mungkin salah satunya bukan hanya kehadiran tapi juga keterangan yang tidak kooperatif. Itu yang kemudian kenapa (Wawan, red) ditangkap dan ditahan," kata Ghufron dalam konferensi pers yang ditayangkan di YouTube KPK RI, Kamis, 11 November.
Ghufron menjelaskan penangkapan ini dilakukan pada Rabu, 10 November kemarin sekitar pukul 13.00 WITA. Wawan yang saat ini menjabat sebagai Kepala Bidang Pendaftaran, Ekstensifikasi Dan Penilaian Kanwil DJP Sulawesi Selatan, Barat Dan Tenggara (Sulselbartra) ditangkap di kantornya yang ada di Makassar, Sulawesi Selatan.
Lebih lanjut, Ghufron menjelaskan Wawan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap pajak bersama eks Ketua Tim Pemeriksa pada Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan di Ditjen Pajak.
Baca juga:
- Tak Kooperatif, Bekas Kepala Kantor Pajak Bantaeng Ditahan di Rutan KPK
- Penampakan Bos Pajak yang Ditangkap Paksa KPK di Sulsel
- Interpelasi Formula E Belum Berakhir, PDIP Bakal Gulirkan Lagi Setelah Pembahasan APBD
- Anggap Anies Baswedan Pantas Di-roasting, PDIP: Program Tak Dieksekusi Jadi Bahan Komedi
Dalam kasus ini, terungkap Wawan menerima uang yang kemudian diserahkan kepada dua pejabat di Ditjen Pajak Kemenkeu, yaitu Angin Prayitno dan Dadan Ramdani yang sebelumnya sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Penerimaan uang ini, sambung Ghufron, terjadi selama beberapa kali. Pada Januari-Februari 2018, Wawan menerima Rp15 miliar yang diserahkan oleh perwakilan PT Gunung Madu Plantation.
"Selanjutnya, sekitar pertengahan tahun 2018 (Wawan menerima, red) 500 ribu dolar Singapura yang diserahkan dari perwakilan PT Bank PAN Indonesia dari total komitmen Rp25 miliar," ungkap Ghufron.
Kemudian, pada Juli-September 2019, dia kembali menerima uang sebesar 3 juta dolar Singapura yang diserahkan dari perwakilan PT Jhonlin Baratama. "Dari total tersebut tersangka WR diduga menerima jatah pembagian sekitar 625 ribu dolar Singapura," jelas Ghufron.
Tak hanya itu, Wawan juga diduga menerima uang dari pihak wajib pajak lain sebagai bentuk gratifikasi. Hanya saja, KPK belum memerinci jumlah uang itu karena masih terus didalami.
Atas perbuatannya ini, Wawan ditahan selama 20 hari hingga 30 November di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur.
Ia disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.