Bagikan:

JAKARTA - Penetapan Syahrul Yasin Limpo (SYL) menjadi tersangka oleh KPK di tahun politik dan adannya laporan balik ke kepolisian terkait dugaan pemerasan yang dilakukan pimpinan KPK, disinyalir akan menimbulkan perseteruan kembali antara Polri dan KPK.

Perseteruan antara KPK dan Polri pertama di tahun 2009 disebut mantan Kabareskrim Polri, Purnawirawan Komjen Pol Susno Duadji sebagai pertempuran antara Cicak versus Buaya. Mengutip buku karangan dari Syed Hussein Alatas dari Malaysia, Sociology of Corruption, korupsi yang terjadi di Indonesia sudah mencapai tingkat terparah. Parahnya di Indonesia pelaku korupsi juga menjadi korban korupsi. Korupsi di Indonesia cenderung mengalami perluasan dan memasuki semua batas bidang kehidupan bangsa.

Kecenderungan kekuasaan hukum yang seharusnya berperan sebagai penjaga dinilai tidak mampu berbuat banyak. Kekuasaan hukum tidak berdaya terhadap kekuasaan yang lebih besar dan lebih dikenal dengan nama kolusi. Pertempuran KPK dan Polri sejak 2009-2023 sudah terjadi dalam empat kali. Susno Duadji yang memproklamirkan istilah cicak buaya menyebutkan saat ini KPK sudah bukan cicak lagi melainkan sudah besar dan berubah menjadi buaya.

"Saya memang yang memberikan nama untuk KPK sebagai cicak. Karena saya saat itu juga ikut mendisain pembentukan KPK dan pernah ditawarkan sebagai komisioner di KPK. Meski saya di Polri dan ada perselisihan dengan KPK saat itu bukan berarti saya memusuhi KPK. Saya tidak pernah memusuhi KPK," kata mantan Kabareskrim Purn, Komjen Pol Susno Duadji dalam keterangan tertulisnya kepada VOI, Minggu 16 Oktober.

KPK (VOI)
Caption

Susno menegaskan selama menjadi Kabareskrim Polri, dirinya tidak pernah melakukan tanda tangan untuk memproses pimpinan KPK yang saat itu dipegang Bibit Samad Rianto. Sayangnya Susno enggan memberikan penjelasan siapa yang memberikan tanda tangan dengan alasan tidak ingin membuka luka lama. Susno yang kini berprofesi sebagai petani menjelaskan istilah cicak dan buaya itu lahir di saat dia dan beberapa pimpinan KPK sedang membahas teknologi penyadapan yang dimiliki oleh KPK.

"Pertama istilah itu bukan berdasarkan kasus yang terjadi antara saya sebagai Kabareskrim menghadapi pimpinan KPK. Istilah itu ada saat saya bersama beberapa pimpinan KPK yang sedang membahas teknologi tentang penyadapan. Dan waktu itu saya merasa teknologi penyadapann yang dimiliki Polri itu lebih baik dan lebih luas dari apa yang dimiliki KPK. Nah saat itu saya mendengar suara cicak yang di dinding, lalu saya ilustrasikan perbedaan teknologi penyadapan yang dimiliki KPK dan Polri itu sebagai Cicak dan Buaya," jelas Susno.

Sayangnya informasi tersebut disebutkan Susno 'diplesetin' intelijen dengan mengemas kasus dirinya yang tengah memeriksa pimpinan KPK. Susno menegaskan plesetan informasi yang dibuat intelijen bertujuan untuk menjatuhkan dirinya yang memegang sejumlah data penting tentang kasus korupsi jumbo.

"Sebut saja kasus aliran korupsi Bank Cenntury. Saat itu hanya ada tiga orang yang di republik ini yang pegang data kasus besar korupsi. Ketiganya itu, saya Susnno Duadji untuk kasus Century, Pak Antasari untuk urusan IT dan terakhir Pak Kemas Yahya yang saat itu menjabat sebagai Jampidsus di Kejaksaan Agung. Dan ternyata kita bertiga tidak kuat dan akhirnya terguling," kata Susno Duaji.

Susno menilai perseteruan KPK dan Polri kali ini yang diduga pimpinan KPK melakukan pemerasan terhadap menteri pertanian saat dipegang SYL jangan pernah dianggap kecil. Dan jika yang disangkakan itu benar, maka bisa dipastikan akan menjadi kiamat lokal di negeri ini. Susno berharap untuk penanganan kasus KPK dan Polri kali ini langsung dipimpin oleh Kapolri.

"Tujuannya agar marwah KPK - polri itu tetap terjaga. Pemeriksaan itu diharapkan bisa dipertanggungjawabkan dan independen. Selain itu Pak Firly juga tidak tersandera terlalu lama. Jika tidak benar maka segera hentikan. Dalam kasus ini ada 2 hal yang perlu dicatat, pertama dugaan kasus korupsi SYL dan kedua kasus senjata api yang berjumlah 12 yang masuk ranah polri. Jika itu tidak terbukti juga, maka KPK segera hentikan dan umumkan ke publik," kata Susno.

KPK bisa menemukan adanya unsur gratifikasi di kementerian pertanian berdasarkan laporan dari masyarakat demikian juga Polri yang dalam hal ini diwakilkan oleh Polda Metro Jaya juga mendapatkan laporan dari masyarakat terkait adanya dugaan pemerasan oleh pimpinan KPK.

Mantan pimpinan KPK, M Jasin menyebutkan perseteruan KPK - Polri kali ini agak ganjil, pasalnya setelah naik ke tingkat penyidikan kenapa belum ada penyebutan nama tersangkanya oleh pihak kepolisian. Polri seharusnya langsung menyebutkan secara spesifik saja siapa yang melakukan pertemuan dan penyuapan dari lima pimpinan KPK yang ada.

Jasin juga menyebutkan berdasarkan undang-undang KPK pasal 36 dan 65, pimpinan KPK dilarang keras untuk bertemu dengan tersangka atau pihak-pihak dugaan korupsi yang sedang ditangani oleh KPK dengan alasan apapun. Dia menambahkan jika aturan dilanggar maka di ayat 4 dijelaskan langkah dan hukuman yang akan diterima.

"Pimpinan KPK itu dilarang melakukan conflict of interest pada saat melakukan kasus hukum terhadap siapapun yang terlibat dari kasus yang sedang ditangani itu penjelasan untuk pasal 36. Di pasal 65 dijelaskan apabila pimpinan KPK melanggar hal itu maka akan dikenakan sanksi hukum dengan ancaman 5 tahun penjara," kata mantan pimpinan KPK, M Jasin seperti dikutip VOI dari Youtube Indonesia Lawyer Club, Senin 17 Oktober.

Delik pemerasan merupakan salahsatu dari tiga puluh delik korupsi. Jasin menyebutkan bukti pemerasan itu memang sulit untuk dibuktikan. Namun berdasarkan pasal 32 ayat 2 undang-undang KPK, siapapun pimpinan KPK yang diduga terlibat dalam tindak pidana korupsi harus diberhentikan sementara oleh presiden. Jasin menjelaskan ikut campurnya presiden agar pemeriksaan yang terjadi antara pejabat negara dan penyelenggara negara itu akan menjadi lebih independen.

"Pejabat negara itu maksudnya Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dan penyelenggara negara itu ya pimpinan KPK. Berdasarkan foto yang beredar di media diketahui pimpinan KPK yang bertemu dengan menteri itu berinisial FB," kata M Jasin.

Perselisihan antara KPK dan Polri saat ini berbeda sekali dengan yang dulu. Tidak ada ketersinggungan yang terjadi di kedua lembaga pemerintah itu. Jasin menegaskan saat ini yang perlu dilakukan kedua lembaga itu memuaskan rasa ingin tahu publik terhadap kasus dugaan korupsi yang ditangani KPK dan dugaan pemerasan yang dilakukan pimpinan KPK dan temuan 12 senjata api yang ditangani Polri.

Jasin menilai kasus yang ditangani KPK dan Polri itu sangat besar dan tidak ada kegiatan atau proses hukum yang berhubungan dengan agenda politik dan tahun politik. Pasalnya jika proses hukum itu dikerjakan dengan lama atau ditunda-tunda maka pandangan publik akan meluas dengan cepat secara negatif.

"Proses hukum itu tidak perlu ditunda-tunda, sebab jika ditunda maka akan ada spekulasi di masyarakat yang akan menyebar dengan cepat dan berdampak negatif terhadap nama baik kedua lembaga negara itu. Saya yakin ini murni kasus hukum dan tetap menjaga pikiran untuk selalu jernih. Saya merasa tidak ada itu ketersinggungan personal di dalam kasus ini," kata M Jasin.

Mantan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menyebutkan beberapa hal yang menarik. Berdasarkan runtutan informasi yang dia terima, kasus dugaan korupsi yang terjadi di Kementerian Pertanian terjadi di tahun 2021. Selanjutnya beredar foto pertemuan usai bulu tangkis antara Ketua KPK Firly Bahuri dengan Menteri Pertanian Syahrul Limpo itu terjadi di tahun 2022. Proses penyelidikan mulai dilakukan di awal tahun 2023 dan naik penyidikan di bulan juni tahun 2023.

"Saya sangat berharap kasus sebesar ini bisa diselesaikan dengan memuaskan rasa ingin tahu dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap proses hukum yang terjadi di negeri ini. Jika berhasil diselesaikan dengan baik, baru saya setuju ini disebut buaya lawan buaya tapi jika tidak mampu diselesaikan dengan baik maka saya sebut ini kasus cicak lawan cicak," kata Saut Situmorang melalui laporan tertulisnya yang diterima VOI.

Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso menilai penetapan tersangka terhadap Ketua KPK Firli Bahuri dalam kasus dugaan pemerasaan terhadap mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo atau SYL hanya menunggu waktu.

Pernyataan itu disampaikannya saat menanggapi langkah Polda Metro Jaya yang mengajukan permohonan supervisi kepada KPK dalam penanganan kasus tersebut.

"Penetapan tersangka FB (Firli Bahuri) adalah tinggal tunggu waktu saja. Penyidik telah sangat yakin memiliki bukti yang cukup untuk menyatakan telah ada tindak pidana pemerasan dan atau gratifikasi dan atau pelanggara Pasal 36 juncto Pasal 65 UU KPK. Sehingga berani diuji hasil kerjanya dengan melibatkan supervisi KPK," sebut Sugeng.