Mengatasi Polusi Udara di Jakarta: Modifikasi Cuaca, Uji Emisi, dan CAMS
Ilustrasi Sumber Polutan di Jakarta. (Ilham dan Andry Winarko VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Polusi udara telah menjadi istilah yang akrab di Jakarta. Kualitas udara yang buruk di Ibukota Indonesia mengancam warga Jakarta dan sekitarnya. Polusi udara terdiri dari campuran kompleks partikel padat, tetesan cair, dan gas yang berasal dari berbagai sumber.

Banyak faktor yang menyumbang polusi udara, seperti pembakaran bahan bakar rumah tangga, asap industri, knalpot kendaraan bermotor, pembangkit listrik, dan pembakaran limbah. Sumber yang beragam menghasilkan campuran polusi udara yang berbeda. Misalnya, di wilayah perkotaan dekat laut, partikel dapat terdiri dari garam laut, debu jalan, dan asap mesin diesel. Di daerah pedesaan dekat hutan, partikel mungkin terdiri dari tanah, asap kompor, atau kebakaran hutan.

Data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan bahwa 99 persen populasi dunia menghirup udara dengan polutan tinggi atau di atas batas panduan WHO. Udara buruk dapat menyebabkan penyakit kardiovaskular dan pernapasan, termasuk stroke, kanker paru-paru, dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).

WHO, melalui Pedoman Kualitas Udara Global (AQG), mengungkapkan dampak negatif polusi udara terhadap kesehatan manusia, bahkan pada konsentrasi rendah. Polusi udara mempengaruhi berbagai aspek kesehatan, dan pada 2021, WHO menurunkan hampir semua tingkat AQG sebagai peringatan bahwa melebihi batas baru ini terkait dengan risiko signifikan pada kesehatan.

WHO bahkan memperkirakan ada sekitar tujuh juta kematian prematur setiap tahun akibat paparan polusi udara, terutama di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah.

Pada anak-anak, efeknya termasuk penurunan pertumbuhan paru-paru, infeksi saluran pernapasan, dan asma yang parah. Di kalangan orang dewasa, penyakit jantung iskemik dan stroke adalah penyebab utama kematian dini akibat polusi udara luar ruangan.

Bukti juga menunjukkan bahwa polusi udara dapat berkontribusi pada diabetes dan gangguan neurodegeneratif. Dampak ini menunjukkan bahwa beban penyakit akibat polusi udara setara dengan risiko kesehatan global lainnya, seperti pola makan buruk dan merokok.

Melalui uji emisi diharapkan kendaraan yang sudah tua dan menghasilkan gas buang di atas ambang rata-rata bisa dikurangi . (Ilham dan Andry Winarko VOI)
Melalui uji emisi diharapkan kendaraan yang sudah tua dan menghasilkan gas buang di atas ambang rata-rata bisa dikurangi. (Ilham dan Andry Winarko VOI)

Sumber Utama Polusi Udara Jakarta

Selain perubahan iklim, polusi udara telah diidentifikasi sebagai salah satu ancaman lingkungan terbesar terhadap kesehatan manusia. World Health Organization (WHO) menekankan bahwa meningkatkan kualitas udara akan membantu upaya mitigasi perubahan iklim, dan pengurangan emisi akan secara positif memengaruhi kualitas udara.

Namun, bagaimana Jakarta berada dalam konteks ini? Berdasarkan pemantauan VOI pada laman IQAir pada Senin (28/8), Jakarta menempati peringkat keenam sebagai kota dengan kualitas udara buruk. Peringkat ini berada di bawah Dhaka (Bangladesh), Kolkata (India), Dubai (UEA), New Delhi (India), dan Karachi (Pakistan).

Kualitas udara yang buruk di Jakarta awalnya dihubungkan dengan aktivitas dari 17 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Jawa Barat dan Banten yang menggunakan batubara. Namun, pemerintah membantah anggapan tersebut dengan menyatakan bahwa polusi udara di Jakarta sebagian besar berasal dari gas buang kendaraan bermotor.

Menurut Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya, sektor transportasi berkontribusi sebesar 44 persen dari penggunaan bahan bakar di Jakarta, diikuti oleh industri energi dengan 31 persen, manufaktur dengan sepuluh persen, sektor perumahan dengan 14 persen, dan sektor komersial dengan satu persen.

Dari segi emisi karbon monoksida (CO), sektor transportasi berkontribusi paling besar, mencapai 96,36 persen atau sekitar 28.317 ton per tahun, diikuti oleh pembangkit listrik dengan 1,76 persen atau sekitar 5.252 ton per tahun, dan industri dengan 1,25 persen atau sekitar 3.738 ton per tahun.

Sepeda motor menjadi penyumbang utama beban polusi per penumpang yang tinggi, mengalahkan mobil pribadi bensin, mobil pribadi diesel, mobil penumpang, dan bus. Populasi sepeda motor mencapai 78 persen dari total kendaraan bermotor di DKI Jakarta, yang berjumlah 24,5 juta kendaraan, dengan pertumbuhan sekitar 1.046.837 sepeda motor per tahun.

Namun, dalam hal emisi sulfur dioksida (SO2), sektor industri manufaktur menjadi penyumbang terbesar, mencapai 2.631 ton per tahun atau sekitar 61,9 persen. Industri energi menempati posisi kedua dengan 1.071 ton per tahun atau sekitar 25,17 persen. Sementara itu, kendaraan bermotor hanya berkontribusi sekitar sebelas persen, atau sekitar 493 ton per tahun.

Faktor Lingkungan dalam Polusi Udara di Jakarta

Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menepis anggapan bahwa polusi udara disebabkan oleh Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Suralaya, Cilegon, Provinsi Banten. Hasil analisis menunjukkan bahwa pencemaran udara dari PLTU tersebut tidak bergerak menuju Jakarta, melainkan ke Selat Sunda. "Dengan demikian, polusi bukan semata-mata karena PLTU. Studi menunjukkan bahwa penggunaan batu bara hanya berpengaruh kurang dari satu persen terhadap Jakarta," ungkapnya.

Dinas Lingkungan Hidup (LH) DKI Jakarta menjelaskan bahwa faktor meteorologi juga berkontribusi terhadap kualitas udara yang buruk di Jakarta, selain peningkatan emisi gas buang. Asep Kuswanto, Kepala Dinas LH DKI Jakarta, menjelaskan bahwa konsentrasi polutan udara cenderung meningkat saat musim kemarau dari Mei hingga Agustus. Namun, saat musim penghujan dari September hingga Desember, kualitas udara cenderung membaik.

Tren konsentrasi PM2,5 dari tahun 2019 hingga 2023 menunjukkan hal ini. Konsentrasi rata-rata bulanan PM2,5 meningkat dari 29,75 g/m3 pada April 2023 menjadi 50,21 g/m3 pada Mei 2023. Meskipun demikian, konsentrasi ini masih lebih rendah dibandingkan Mei 2019 yang mencapai 54,38 g/m3. Curah hujan membantu mengurangi polutan udara di udara, sehingga saat musim kemarau dampak polusi berkurang.

Bagaimana pemerintah menangani permasalahan polusi udara di Jakarta? Alue Dohong, Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menyatakan bahwa pemerintah telah mengambil langkah-langkah untuk mengatasi polusi udara. Pemantauan dan patroli terus dilakukan, serta koordinasi di lapangan dengan pemantauan cuaca, pemadaman, dan patroli dari pihak berwenang. Program yang dicanangkan Pemprov DKI Jakarta, seperti larangan parkir bagi kendaraan yang tidak lulus uji emisi, mendapatkan dukungan.

Alue Dohong juga mendorong masyarakat untuk mendukung program transisi ke kendaraan listrik dan mengurangi penggunaan kendaraan beremisi tinggi, termasuk membatasi penggunaan kendaraan usia tua. Langkah-langkah ini diharapkan dapat bersama-sama mengatasi masalah polusi udara di Jakarta.

Belajar dari Pengalaman Beijing dalam Mengatasi Polusi Udara

Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, berkomitmen untuk mengikuti langkah-langkah yang diambil oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta pihak terkait dalam mengatasi permasalahan polusi udara di Ibu Kota.

Beberapa program telah diterapkan untuk menangani polusi udara di Jakarta. Program ini melibatkan Work from Home bagi Aparatur Sipil Negara (ASN), pengetatan uji emisi kendaraan bermotor, penanaman pohon, penggunaan kendaraan listrik, serta modifikasi cuaca untuk menciptakan hujan buatan di wilayah Jabodetabek.

Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta baru-baru ini mewajibkan perusahaan industri dengan cerobong batubara untuk memasang scrubber dan Continuous Ambient Air Quality Monitoring System (CAMS) guna mengurangi polusi udara di Jakarta. Terdapat 14 industri yang diwajibkan mematuhi ketentuan ini.

Langkah-langkah baik dari pemerintah pusat maupun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam mengatasi polusi udara patut diapresiasi. Pemerintah Indonesia juga dapat mengambil inspirasi dari pengalaman penanganan polusi udara oleh Pemerintah Beijing di China, yang telah berhasil mengendalikan tingkat polusi udara di wilayahnya. Selama tahun 2013 hingga 2017, Beijing berhasil mengurangi emisi hingga 39 persen melalui implementasi Rencana Aksi Udara Bersih (Clean Air Action Plan).

Beberapa kebijakan yang diambil di Beijing bisa dijadikan pertimbangan oleh pemerintah untuk mengatasi polusi udara di Jakarta:

1. Pemangkasan Emisi Industri: Industri manufaktur merupakan sumber utama emisi SOx. Pemerintah harus memperketat pengendalian emisi di sektor ini. Beijing telah mengakhiri operasi ribuan industri berskala besar yang mencemari udara. Pemangkasan produksi bahan kimia organik juga diimplementasikan.

2. Pengendalian Kendaraan: Langkah-langkah Beijing untuk mengatasi polusi udara juga melibatkan sektor transportasi. Upaya ini meliputi penghilangan 2,1 juta kendaraan berpolusi tinggi dan penggantian dengan kendaraan listrik. Beijing mewajibkan pemasangan perangkat penyaring gas buang pada 7.600 kendaraan berat. Pembatasan kendaraan pribadi juga diterapkan dengan jumlah kendaraan baru dibatasi pada tahun tertentu.

3. Relokasi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU): Pemerintah Beijing mengarahkan perhatian pada sektor pembangkit listrik sebagai penyumbang emisi gas buang seperti CO2, SOx, NOx, dan partikel debu PM10 serta PM2,5. Selama lima tahun PLTU dipindahkan. Lebih dari 24 ribu ketel uap berbahan bakar batu bara diganti dengan sumber energi bersih. Penggunaan batu bara untuk pemanas dan memasak juga dilarang bagi ratusan ribu rumah tangga.

Pemerintah Indonesia dan DKI Jakarta dapat mengambil pelajaran berharga dari pengalaman Beijing dalam mengatasi polusi udara. Langkah-langkah ini, jika diterapkan dengan serius, dapat memberikan dampak positif dalam menjaga kualitas udara dan kesehatan masyarakat.