Bagikan:

JAKARTA - Facebook telah mengepakkan sayapnya dari tahun 2004. Datang dari asrama mahasiswa di Harvard University, Facebook sukses mengguncang dunia dengan berbagai platformnya.

Namun, setelah sukses berkarya selama 17 tahun, media sosial itu berencana mengubah namanya. Meski demikian, merubah nama perusahaan tidak akan menutupi masalah yang bertubi-tubi datang.

Seperti hancurnya reputasi, pengawasan dari Kongres, dan ketidaksetujuan dari masyarakat umum. Nama Facebook telah menyebabkan "defisit kepercayaan" pada masalah yang belum lama ini muncul, termasuk ekspansinya ke cryptocurrency.

Dengan mengganti nama perusahaan induk, Facebook mungkin memberi dirinya kesempatan untuk mengatasi masalah yang ada. Tetapi, pakar branding tidak yakin bahwa mengganti nama perusahaan akan banyak membantu memperbaiki masalah reputasi atau menjauhkan diri dari skandal.

“Semua orang tahu apa itu Facebook. Cara paling efektif bagi Facebook untuk mengatasi tantangan yang telah menodai mereknya baru-baru ini adalah melalui tindakan korektif, tidak mencoba mengubah namanya atau memasang arsitektur merek baru," ungkap pendiri Rebranding Experts, sebuah perusahaan yang hanya berfokus pada organisasi rebranding, Jim Heininger.

Mengutip Wired, Kamis, 21 Oktober, keputusan Facebook untuk mengganti nama itu sendiri muncul tepat setelah pelapor Frances Haugen membocorkan ribuan halaman dokumen internal ke The Wall Street Journal (WSJ). Dokumen tersebut memperlihatkan sebuah perusahaan tanpa banyak memperhatikan kepentingan publik.

Dokumen-dokumen tersebut juga mendorong terjadinya sidang di Capitol Hill, di mana Kongres selama bertahun-tahun telah membahas kemungkinan mengatur Facebook atau membubarkan konglomeratnya.

Sementara itu, pendiri dan CEO Rebrand, Anaezi Modu mengatakan perubahan nama bukanlah sebuah pencitraan baru. Menurut Modu, branding berasal dari misi, budaya, dan kemampuan perusahaan, lebih dari sekadar nama, logo, atau pemasarannya.

“Kecuali Facebook memiliki rencana serius untuk mengatasi setidaknya beberapa dari banyak masalah, mengubah nama saja tidak ada gunanya. Bahkan, itu bisa memperburuk keadaan," ujar Modu.

Modu menjelaskan, mengganti nama perusahaan dapat menciptakan lebih banyak ketidakpercayaan jika dianggap menjauhkan diri dari reputasinya. Penggantian nama memang masuk akal untuk memperjelas organisasi perusahaan, seperti yang dilakukan perusahaan lainnya.

Facebook bukan satu-satunya perusahaan teknologi raksasa yang berniat mengganti namanya. Google misalnya, merestrukturisasi pada tahun 2015, ia menamai perusahaan induknya Alphabet, untuk mencerminkan pertumbuhannya di luar tidak hanya mesin pencari (Google).

Kini, perusahaan mencakup sejumlah usaha lainnya DeepMind, Waymo, Fitbit, dan Google X. Kebanyakan orang masih menganggap perusahaan itu sebagai Google, tetapi nama Alphabet adalah sinyal bagaimana perusahaan itu tidak hanya bergerak di satu bidang.

Sebelumnya diwartakan, Bos Facebook Mark Zuckerberg diperkirakan akan mengumumkan nama baru untuk perusahaan minggu depan di pergelaran Facebook Connect, konferensi tahunan perusahaan.

Nama baru ini yang dimaksudkan mencakup Facebook, Instagram, WhatsApp, Oculus, dan seluruh anak perusahaan. Dengan pergantian nama itu akan memperjelas perusahaan induk sebagai konglomerat, dengan ambisi di luar media sosial. Aplikasi Facebook mungkin menjadi landasan perusahaan, tetapi Zuckerberg sangat jelas bahwa masa depan perusahaan adalah ladang metaverse alias dunia virtual.