Bagikan:

JAKARTA - Serangan siber terhadap departemen pemerintah Taiwan meningkat dua kali lipat pada 2024 dibandingkan tahun sebelumnya, dengan rata-rata 2,4 juta serangan per hari. Menurut laporan Biro Keamanan Nasional Taiwan, sebagian besar serangan ini dilancarkan oleh pasukan siber China.

Taiwan telah lama mengeluhkan apa yang disebutnya sebagai "pelecehan zona abu-abu" oleh China, mulai dari latihan militer harian hingga serangan siber. Aktivitas ini dilakukan bersamaan dengan peningkatan tekanan militer dan politik Beijing untuk memaksa pulau yang memiliki pemerintahan sendiri itu menerima klaim kedaulatan China.

Jaringan Layanan Pemerintah Taiwan (Government Service Network/GSN) menerima rata-rata 2,4 juta serangan setiap hari tahun lalu, naik dua kali lipat dibandingkan rata-rata harian 1,2 juta pada 2023, menurut laporan yang dirilis Biro Keamanan Nasional pada Minggu, 5 Januari.

Laporan tersebut mengungkapkan bahwa sebagian besar serangan diarahkan pada sektor telekomunikasi, transportasi, dan pertahanan, yang dianggap sebagai target utama.

"Meski banyak serangan telah berhasil terdeteksi dan diblokir, peningkatan jumlah ini menunjukkan betapa seriusnya aktivitas peretasan yang dilakukan oleh China," kata laporan tersebut.

China secara rutin membantah keterlibatan dalam serangan siber, tetapi sering dituduh oleh berbagai pemerintah asing, termasuk Amerika Serikat. Pekan lalu, AS menuduh peretas China mencuri dokumen dari Departemen Keuangan AS.

Laporan Taiwan juga mengungkapkan bahwa beberapa serangan dilakukan bertepatan dengan latihan militer China di sekitar pulau tersebut. Jenis serangan seperti distributed denial-of-service (DDoS) dirancang untuk mengganggu akses ke situs web lembaga transportasi dan keuangan Taiwan.

Menurut laporan, langkah ini bertujuan untuk "meningkatkan efek pelecehan dan intimidasi militer". China menggelar dua latihan besar di sekitar Taiwan tahun lalu, yaitu Joint Sword 2024A pada Mei dan Joint Sword 2024B pada Oktober.

Selain itu, laporan tersebut mengungkapkan bahwa email para pegawai negeri Taiwan juga menjadi target, dengan serangan seperti rekayasa sosial digunakan untuk mencuri informasi rahasia.

Teknik lain yang digunakan pasukan siber China termasuk advanced persistent threats dan perangkat lunak pintu belakang (backdoor software) untuk mencoba menyusup dan merusak infrastruktur penting Taiwan, seperti jalan raya dan pelabuhan.

"Upaya semacam ini bertujuan mengganggu operasi pemerintah Taiwan serta memperoleh keuntungan di bidang politik, militer, teknologi, dan ekonomi," tulis laporan tersebut.