Bagikan:

JAKARTA - Pada September 2024, harga Bitcoin naik 7,3 persen, didorong oleh pemangkasan suku bunga oleh The Fed. Namun, ketegangan di Timur Tengah, pemogokan pelabuhan AS, dan dampak badai Helene meningkatkan kekhawatiran inflasi di AS.

Analis dari reku, Fahmi Almuttaqin memprediksi Bitcoin akan mengalami tren bullish di tengah konflik Timur Tengah dan ketidakpastian ekonomi di Amerika Serikat tersebut.

“Meskipun The Fed telah memberikan sinyal pelonggaran kebijakan moneter, potensi kenaikan inflasi akibat faktor eksternal dapat menghambat penurunan suku bunga lebih lanjut," ujar Fahmi.

Tapi di sisi lain, Fahmi optimis jika pemilihan presiden AS berjalan lancar dan The Fed memutuskan untuk menurunkan suku bunga pada bulan November mendatang, maka Bitcoin akan mengalami kenaikan signifikan.

“Sejarah menunjukkan bahwa setelah pemilu AS pada 2020, harga Bitcoin meningkat dari 13.000 dolar AS (Rp201 juta) menjadi hampir 70.000 dolar AS (1,08 miliar) dalam waktu satu tahun.

Untuk itu, Fahmi menghimbau investor untuk mengambil keputusan dengan hati-hati, serta memanfaatkan fitur investasi seperti Packs yang memungkinkan pembelian aset kripto blue-chip seperti Bitcoin dan Ethereum secara lebih mudah.

“Investor bisa melakukan menabung rutin dan memantau kondisi pasar secara reguler. Saat ini, investor juga lebih mudah untuk berinvestasi pada sejumlah aset kripto blue chip sekaligus dengan sekali swipe,” kata Fahmi.

Fahmi juga menyarankan investor untuk tetap berhati-hati dan melakukan riset mandiri sebelum berinvestasi. Karena dengan begitu, investor dapat mendiversifikasi portofolionya dengan risiko yang terukur.