JAKARTA - OpenAI, perusahaan kecerdasan buatan yang didukung oleh Microsoft, meluncurkan serangkaian alat baru pada Selasa 1 September yang dirancang untuk memudahkan pengembang dalam membangun aplikasi berbasis AI. Langkah ini dilakukan di tengah meningkatnya persaingan dengan raksasa teknologi seperti Google dan Alphabet yang juga mengembangkan teknologi AI generatif yang semakin canggih.
Salah satu alat baru yang diperkenalkan adalah sistem waktu nyata yang memungkinkan pengembang menciptakan aplikasi suara AI dengan lebih mudah. Dengan alat ini, pengembang hanya perlu menggunakan satu set instruksi untuk menciptakan aplikasi yang sebelumnya membutuhkan setidaknya tiga langkah terpisah: pertama, mentranskripsikan audio, kemudian menjalankan model teks untuk memberikan jawaban atas pertanyaan, dan terakhir menggunakan model text-to-speech untuk mengubah teks menjadi suara. Proses yang disederhanakan ini diharapkan dapat mempercepat waktu pengembangan dan mengurangi biaya bagi perusahaan yang ingin memanfaatkan teknologi AI suara.
OpenAI telah menjadi salah satu pemain utama dalam industri AI, dengan sebagian besar pendapatannya berasal dari bisnis yang menggunakan layanan perusahaan untuk membangun aplikasi AI mereka sendiri. Dengan memperkenalkan kemampuan canggih ini, OpenAI berharap dapat semakin memperkuat posisinya di pasar yang kompetitif.
Persaingan di industri AI generatif semakin ketat seiring dengan upaya raksasa teknologi lain seperti Google, yang juga mengintegrasikan model AI mereka untuk menangani berbagai bentuk informasi, termasuk video, audio, dan teks. Ini membuat OpenAI berada di bawah tekanan untuk terus berinovasi dan menghadirkan solusi yang lebih efisien bagi pengembang.
Reuters melaporkan bahwa OpenAI diperkirakan akan meningkatkan pendapatannya hingga 11,6 miliar dolar AS (Rp177,3 triliun) pada tahun 2025, naik signifikan dari estimasi 3,7 miliar dolar AS (Rp56,5 triliun) pada tahun 2024. Selain itu, perusahaan juga sedang berada di tengah penggalangan dana senilai 6,5 miliar dolar AS (Rp99,3 triliun), yang berpotensi menaikkan valuasinya hingga 150 miliar dolar AS (Rp2,2 kuadriliun).
Fitur Fine-Tuning dan Prompt Caching
Sebagai bagian dari peluncuran alat baru ini, OpenAI juga memperkenalkan fitur fine-tuning yang memungkinkan pengembang untuk menyempurnakan respons yang dihasilkan oleh model AI berdasarkan gambar dan teks. Fine-tuning ini melibatkan umpan balik dari manusia, yang memberikan contoh respons baik dan buruk kepada model, sehingga AI dapat belajar memberikan jawaban yang lebih relevan dan akurat.
Dengan menggunakan gambar untuk menyempurnakan model, AI dapat memiliki pemahaman visual yang lebih baik, yang dapat digunakan dalam berbagai aplikasi, seperti pencarian visual yang lebih canggih dan deteksi objek yang lebih akurat pada kendaraan otonom.
BACA JUGA:
Selain itu, OpenAI juga meluncurkan alat "Prompt Caching" yang dapat memangkas biaya pengembangan hingga setengahnya. Alat ini memungkinkan pengembang untuk menggunakan kembali bagian teks yang telah diproses sebelumnya oleh AI, sehingga proses pembuatan aplikasi menjadi lebih efisien.
Di tengah pesatnya perkembangan teknologi AI, terdapat kekhawatiran terkait regulasi dan dampaknya terhadap privasi dan keamanan pengguna. OpenAI dan perusahaan teknologi lainnya harus beradaptasi dengan regulasi yang semakin ketat, terutama dalam hal penggunaan data dan transparansi dalam pengoperasian model AI.
Meskipun demikian, OpenAI tetap optimistis bahwa inovasi mereka akan terus mendorong kemajuan teknologi AI di berbagai sektor, termasuk pengembangan aplikasi suara yang semakin canggih dan ramah pengguna.
Dengan alat baru yang diluncurkan, OpenAI berharap dapat terus memberikan solusi AI yang lebih cepat, efisien, dan mudah diakses oleh para pengembang di seluruh dunia, sekaligus menjaga posisi mereka di puncak persaingan teknologi AI generatif.