JAKARTA - Setelah menutup bulan Agustus dengan penurunan 8,6 persen. Berdasarkan CoinMarketCap, pada Kamis, 5 September masih bertengger di level 57.156 dolar AS atau sekitar Rp883 juta.
Menurut Trader Tokocrypto Fyqieh Fachrur, sejak 2013 hingga 2022, bulan September sering kali menjadi tantangan bagi Bitcoin, dengan rata-rata penurunan bulanan berkisar antara 6-8 persen.
Salah satu contoh mencolok terjadi pada September 2022, ketika harga Bitcoin merosot lebih dari 10 persen dalam sebulan. Namun, pola historis ini mendapat kejutan pada September 2023, di mana Bitcoin justru mencatatkan kenaikan sekitar 5 persen.
Menurutnya, hal ini menandakan bahwa meskipun sejarah cenderung bearish, dinamika pasar yang selalu berubah tetap membuka peluang bagi Bitcoin untuk melanjutkan tren positifnya di September 2024.
Fyqieh juga mengaku optimisme terhadap potensi kenaikan Bitcoin di September 2024 didukung oleh beberapa faktor penting, seperti peningkatan adopsi institusional dan meningkatkan arus masuk dana ETF Bitcoin spot di Amerika Serikat.
“Semakin banyak perusahaan besar dan investor institusional yang tertarik pada BTC sebagai aset investasi, memberikan dukungan terhadap harga,” kata Fyqieh dalam keterangannya.
BACA JUGA:
Fyqieh menambahkan faktor eksternal lain yang dapat memengaruhi pergerakan harga Bitcoin adalah kebijakan moneter dari The Fed AS. Spekulasi tentang kemungkinan pemotongan suku bunga oleh The Fed menjadi katalis potensial bagi kenaikan harga Bitcoin.
Namun, dia menambahkan, meskipun ada peluang untuk melanjutkan tren positif, volatilitas pasar tetap menjadi risiko yang signifikan. Terutama ketidakpastian ekonomi global, khususnya kebijakan moneter dan kejadian seperti skandal Ponzi kripto baru-baru ini.
“Tekanan ini dapat mendorong harga turun kembali ke level support yang lebih rendah, mungkin menuju 55.000 dolar AS (Rp850 juta) atau bahkan 53.000 dolar AS (Rp819 juta) jika sentimen pasar memburuk,” jelasnya.