Bagikan:

JAKARTA - Pergerakan harga Bitcoin (BTC) cenderung terbatas setelah sebelumnya mengalami penurunan tajam di bawah level 50.000 dolar AS (Rp797 juta) pada Senin, 5 Agustus, yang dipicu oleh berbagai faktor ekonomi dan geopolitik.

Menurut Trader Tokocrypto, Fyqieh Fachrur, kombinasi dari sentimen global yang negatif, ketegangan geopolitik, serta dinamika internal pasar kripto inilah yang akhirnya menyebabkan penurunan signifikan pada harga Bitcoin dan Ethereum.

Namun demikian, harga Bitcoin sudah kembali pulih di atas 56.000 dolar AS (916 juta) selama beberapa hari terakhir, memperpanjang pemulihan dari level terendah lebih dari lima bulan. 

“Namun, pasar kripto juga berjuang dengan prospek penjualan massal oleh pemerintah AS, serta memudarnya minat pada pasar derivatif kripto," kata Fyqieh dalam keterangannya.

Fyqieh juga menjelaskan bahwa kekhawatiran terhadap resesi AS dan potensi volatilitas tren Yen kemungkinan akan berdampak pada arus pasar spot BTC AS. ETF Bitcoin Spot mengalami arus negatif selama tiga hari, yang menyebabkan arus keluar bersih dari ETF Bitcoin spot sebesar lebih dari US$300 juta.

"Arus keluar yang berkelanjutan dari ETF Bitcoin dan tekanan jual yang dihadapi oleh BTC menyebabkan aksi jual di seluruh pasar kripto baru-baru ini, mengakibatkan harga Bitcoin turun ke posisi terendah tujuh bulan di bawah US$50.000," ungkapnya.

Secara teknikal, Fyqieh menjelaskan, harga Bitcoin kini berpotensi melewati resistance di 56.000 dolar AS (Rp916 juta) dan menuju level 60.000 dolar AS (Rp957 juta). Namun, jika terjadi penolakan di level resistance ini, BTC bisa kembali turun ke kisaran 54.000-55.000 dolar AS (Rp861-877 juta).

"Investor harus tetap waspada di tengah tren arus keluar ETF BTC spot dan sentimen terhadap jalur suku bunga Bank of Japan dan Fed. BTC dapat melonjak hingga 60.000 dolar AS (Rp957 juta) dalam beberapa hari mendatang. Para investor dan lembaga menyuntikkan dana besar-besaran ke pasar kripto untuk membeli saat harga sedang turun," analisis Fyqieh.