Bagikan:

JAKARTA – Potongan puing antariksa ditemukan terjatuh di pegunungan Carolina Utara pada 22 Mei lalu. Puing ini berukuran sebesar kap mobil untuk model standar dan masih dilapisi dengan serat karbon.

Astronom Jonathan McDowell, melalui platform X, mengungkapkan bahwa puing yang lolos dari proses re-entry merupakan modul layanan untuk misi Crew-7 yang dikelola NASA. Misi ini menggunakan pesawat luar angkasa Dragon milik SpaceX.

Meski kabar ini sudah dibagikan sejak Mei lalu, NASA baru memberikan pernyataan mengenai puing yang diyakini berasal dari pesawat Dragon. Pernyataan ini disampaikan kepada Justin Berger, salah satu jurnalis di wilayah Western North Carolina.

"SpaceX telah mengkonfirmasi masuknya kembali perangkat keras bagasi pesawat ruang angkasa Dragon ke NASA setelah misi layanannya ke Stasiun Luar Angkasa Internasional," kata NASA Berger, dikutip dari Space.

Rupanya, ini bukan satu-satunya modul layanan pesawat Dragon yang jatuh ke Bumi. NASA mengatakan bahwa, "bagasi yang mendukung pasokan layanan komersial ke-30 SpaceX dan misi Crew-7 masing-masing masuk kembali ke Arab Saudi dan Carolina Utara."

Awalnya, NASA memperkirakan bahwa modul layanan pesawat Dragon akan terbakar sepenuhnya saat memasuki atmosfer. Namun, yang terjadi justru sebaliknya karena beberapa puing lolos dan jatuh. Beruntungnya, puing ini tidak mengenai rumah warga.

Sebagai perbaikan, NASA berencana menghadirkan solusi tambahan untuk mengatasi puing yang lolos di atmosfer. “NASA dan SpaceX akan terus mengeksplorasi solusi tambahan seiring dengan pembelajaran yang kami peroleh dari puing-puing yang ditemukan."

Meski ini pertama kalinya pesawat Crew Dragon lolos dari proses re-entry, ini bukan kasus pertama bagi NASA. Pada Maret lalu, palet kargo yang dibuang dari Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) pada tahun 2021 lolos dari proses pembakaran di atmosfer.

Akibatnya, sampah antariksa ini jatuh dan melubangi rumah warga yang bernama Alejandro Otero di Naples, Florida. Otero pun memutuskan untuk menggugat NASA dan menuntut ganti rugi sebesar 80 ribu dolar AS atau sekitar Rp1,3 miliar.