JAKARTA – CloudSat, satelit observasi Bumi milik NASA, telah dinonaktifkan dan tidak dapat lagi bekerja. Meski satelitnya telah dimatikan sejak Desember tahun lalu, CloudSat baru diturunkan dari orbit pada Maret lalu.
Satelit ini akan turun secara perlahan dan masuk kembali ke atmosfer. Saat hal itu terjadi, satelit akan terbakar di atmosfer dan fungsinya akan benar-benar mati secara total. Sebelum menjadi puing-puing, NASA telah mengamankan seluruh datanya.
CloudSat awalnya diusulkan sebagai misi 22 bulan, tetapi berakhir menjadi 17 tahun delapan bulan karena komponennya yang terus berfungsi dengan baik. Selama masa baktinya, satelit ini mengamati struktur vertikal dan kandungan es atau air di awan.
Satelit yang diluncurkan tahun 2006 ini memiliki radar dengan panjang gelombang 94GHz. Radar ini seribu kali lebih sensitif sehingga menghasilkan gambaran baru tentang awan, yaitu irisan 3D atmosfer yang dipenuhi oleh es dan hujan.
Peneliti Utama CloudSat Graeme Stephens mengatakan bahwa CloudSat merupakan alat yang sangat berguna karena dapat membantu para ilmuwan mengamati awan dan curah hujan di waktu yang sama. Kedua hal ini pun penting untuk diamati manusia.
BACA JUGA:
"Tanpa awan, manusia tidak akan ada, karena awan menyediakan air tawar yang dibutuhkan kehidupan,” kata Stephens. “Kami terkadang menyebut mereka sebagai setan kecil yang pintar karena sifatnya yang membingungkan."
Selama bertahun-tahun, data CloudSat telah membantu para ilmuwan dalam membuat penemuan penting. Sejauh ini, para ilmuwan telah memperoleh informasi seperti berapa banyak es dan air di awan dan bagaimana awan mempercepat pencairan es.
Data CloudSat akan terus dimanfaatkan dalam beberapa tahun ke depan. Pasalnya, Bumi akan terus mengalami perubahan dan perubahan ini perlu didalami. Pengukuran yang dilakukan dapat memberikan wawasan baru tentang perubahan pola cuaca.