Bagikan:

JAKARTA - NASA telah mengingatkan bahwa China bisa saja bersiap untuk mengambil alih Bulan dalam beberapa tahun mendatang. Hal itu dilakukan, dengan menggunakan program antariksa sipilnya sebagai kedok untuk operasi militer.

Bill Nelson, administrator NASA, khawatir kemajuan luar biasa negara tirai bambu itu dalam dekade terakhir bukan semata untuk kepentingan ilmu pengetahuan, tetapi untuk menegakkan dominasi atas Bulan.

China telah meluncurkan pesawat ke Bulan dan membawa sampel kembali ke Bumi, memiliki stasiun antariksa sendiri mengorbit planet ini, dan membidik tahun 2030 untuk mengirim manusia ke satelit alami tersebut.

Sementara NASA berencana mendaratkan manusia di Kutub Selatan Bulan pada tahun 2026. Nelson memunculkan kekhawatiran bahwa China memiliki kemampuan untuk mencapai tujuan tersebut lebih dulu.

"China telah melakukan kemajuan luar biasa, terutama dalam 10 tahun terakhir, tetapi mereka sangat, sangat tertutup," kata Nelson kepada anggota Komite Pembayaran DPR pada dengar pendapat anggaran 2024.

"Kami percaya bahwa sebagian besar program antariksa sipil mereka adalah program militer," lanjut Nelson. "Dan saya pikir, pada dasarnya, kita sedang berlomba."

Nelson membuat pernyataan tersebut kepada komite minggu ini sebagai dukungan atas alasan mengapa NASA membutuhkan anggaran sebesar 25,4 miliar dolar AS (Rp411,9 triliun) untuk tahun 2025.

China berencana mendirikan pangkalan pendaratan di permukaan Bulan dalam lima tahun mendatang, membuat semakin penting bagi AS untuk meningkatkan upaya dan investasinya untuk mengirim astronot ke luar angkasa.

"Mereka terus menggeser tanggal terakhir yang mereka katakan akan mendarat, yaitu 2030," kata Nelson. "Penelitian mereka bagus, rekayasa mereka bagus, dan buktinya sudah ada, mereka sekarang memiliki stasiun antariksa di sana."

Nelson juga mencatat bahwa banyak kekhawatiran berasal dari hubungan erat program antariksa China dengan Tentara Pembebasan Rakyat - cabang militer Partai Komunis.

"Kekhawatiran saya adalah jika China sampai lebih dulu dan tiba-tiba berkata: 'Baiklah, ini wilayah kami, Anda harus menjauh'," kata Nelson.

China terpaksa membangun stasiun antariksa sendiri setelah dilarang dari stasiun antariksa internasional pada tahun 2011 atas kekhawatiran AS bahwa program antariksa Beijing terkait dengan Tentara Pembebasan Rakyat - cabang Partai Komunis.

Nelson membandingkan perlombaan dengan China dengan Uni Soviet pada tahun 1958 ketika kedua negara bersaing untuk mendaratkan manusia pertama di Bulan - tetapi AS masih menjadi satu-satunya negara yang berhasil mendaratkan manusia di permukaan Bulan.

"China telah melakukan investasi agresif baik dalam eksplorasi ruang angkasa jauh maupun orbit rendah Bumi," kata Nelson. "Pendanaan sangat penting untuk memastikan Amerika Serikat tetap menjadi pemimpin internasional di bidang antariksa."

Nelson berargumen bahwa jika ada yang meragukan peringatannya, mereka seharusnya melihat keterlibatan Beijing di Kepulauan Spratly di Laut China Selatan yang diklaim oleh Taiwan, Vietnam, Malaysia, Filipina, dan China.

Kepulauan Spratly sangat diinginkan karena sumber daya alamnya yang kaya dan daerah penangkapan ikan yang melimpah, tetapi China terus berupaya menegaskan dominasinya atas negara-negara lain, mengklaim memiliki sebagian besar wilayah tersebut.

Nelson menyatakan bahwa China kemungkinan akan mencoba untuk melakukan trik serupa di luar angkasa dan meskipun mereka bisa mencoba mengendalikan Bulan, AS akan menggunakan pendaratannya untuk tujuan praktis.

Menurut Nelson, AS akan menggunakan pendaratannya untuk memprediksi banjir dan kekeringan, melihat deforestasi atau pohon-pohon yang rentan terhadap kebakaran, dan memberi tahu pejabat untuk mencegah kebakaran hutan.

"Jadi saya pikir adalah tanggung jawab kita untuk sampai lebih dulu dan memanfaatkan upaya penelitian kita untuk tujuan damai," tambahnya.