Bagikan:

JAKARTA - Dalam lomba luar angkasa yang baru saja dihangatkan setelah setengah abad, Rusia, China, dan Amerika Serikat bersaing untuk mengirimkan robot, astronot manusia, dan bahkan kereta luar angkasa ke bulan.

Hadiahnya sangat besar, di mana sumber daya yang berkisar dari mineral 'tanah jarang' yang digunakan dalam elektronik hingga Helium-3, sumber energi potensial yang bisa memicu revolusi fusi nuklir yang menawarkan energi bersih tak terbatas.

Berdasarkan penelitian Boeing, logam tanah jarang yang digunakan dalam smartphone, komputer, dan teknologi canggih tersedia di bulan.

Helium-3 adalah bentuk gas helium yang jarang di bumi, tetapi NASA mengatakan ada perkiraan sejuta ton di bulan. Ini bisa menyediakan energi nuklir dalam reaktor fusi, tanpa menghasilkan limbah berbahaya.

Selain itu, sumber daya lain di bulan termasuk air, yang bisa diubah menjadi bahan bakar untuk pesawat luar angkasa yang pergi menambang asteroid atau mendarat di Mars.

Morgan Stanley sebelumnya telah menyarankan bahwa industri luar angkasa global bisa bernilai  1 triliun dolar AS (Rp15,8 kuadraliun) per tahun pada tahun 2040.

Namun, perlombaan untuk mengeksploitasi sumber daya bulan meninggalkan pertanyaan hukum yang belum terjawab. Dalam Traktat Luar Angkasa 1966, PBB menyatakan bahwa tidak ada negara yang bisa mengklaim kedaulatan atas bulan, meskipun muncul pertanyaan apakah entitas swasta bisa mengklaim wilayah tersebut masih belum jelas.

Pada tahun 2020, Amerika Serikat mengumumkan Artemis Accords untuk mendirikan 'zona aman' di bulan, tetapi Rusia dan China tidak bergabung.

Meskipun demikian, keberadaan sumber daya melimpah di bulan telah memicu optimisme akan masa depan penjelajahan luar angkasa, dengan banyak misi yang telah direncanakan untuk mengeksplorasi dan memanfaatkan potensi luar biasa yang tersimpan di permukaan bulan.