JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR RI Bambang Patijaya menilai pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) harus berhati-hati dalam melakukan pengelolaan, pengolahan atau pun penambangan Logam tanah jarang, sebelum ada regulasi yang jelas. Menurut amatannya, hambatan dalam pemanfaatan logam tanah jarang salah satu masalahnya ialah regulasi.
Bambang menuturkan, regulasi belum jelas mengatur pemanfaatan logam tanah jarang (LTJ), seperti salah satu mineral yang didapat saat penambangan timah yakni Monasit.
"Monasit, senotim itu memang golongan logam. Cuma di dalam Monasit saat ini kekhususannya adalah sekitar kurang lebih 0,3 persen itu mengandung Torium yang juga sangat bernilai,” ujar Bambang dalam keterangannya kepada media, Selasa 12 April.
Lebih jauh Bambang menerangkan, saat ini berdasarkan PP nomor 96 tahun 2021, Monasit dianggap sebagai mineral logam dan bukan mineral pembawa langsung radioaktif.
BACA JUGA:
Namun terdapat Torium yang juga menjadi bagian yang melekat didalamnya yang dalam peraturan tersebut masuk dalam mineral radioaktif. Di satu sisi, Bambang memaparkan, Indonesia bisa keluar dari jebakan pemanfaatan, karena dari dulu BATAN dan Kemenhan meyakini bahwa itu merupakan barang radio aktif. Tapi di sisi lain ada kandungan lain yang juga bernilai.
“Ini barang lost sangat besar, karena investasi yang masuk ke sini adalah mengambil Fosfatnya (Monasit), bukan mengambil torium-nya yang nilainya tinggi. Jadi jangan sampai gegabah untuk penambangan dan pengolahannya. Sebelum ini clear, jangan dikasih dulu fosfat (monasit) nya,” tegas Bambang.
Sementara itu Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan bahwa Logam Tanah Jarang (LTJ) atau rare earth element (RRE) bukan lagi dikelompokkan sebagai mineral radioaktif.
Dirjen Minerba Kementerian ESDM, Ridwan Djamaluddin mengatakan bahwa pengelompokan LTJ sebagai mineral logam sudah sesuai dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba). Sehingga dalam pemanfaatannya tidak perlu meminta izin dari Badan Pelaksana Ketenaganukliran yakni Badan Tenaga Nuklir Nasional alias Batan.