Bagikan:

JAKARTA   — Sebuah survei gabungan dari Kearney dan Egon Zehnder, mengungkapkan bahwa, meskipun AI dianggap sebagai pendorong utama evolusi bisnis dan model organisasi, AI juga menimbulkan kekhawatiran terkait penggantian tenaga kerja dan pelanggaran privasi data.

Menurut studi lainnya yang dilakukan oleh Kearney, AI diproyeksikan memberikan keuntungan ekonomi yang substansial di wilayah ASEAN. Pada tahun 2030, AI diharapkan dapat menyumbang hingga 1 triliun dolar AS pada PDB ASEAN, dengan Indonesia sendiri akan berkontribusi sebesar 366 miliar dolar AS.

"Integrasi yang bertanggung jawab terhadap AI memerlukan pemahaman teknis yang mendalam dan mitigasi risiko yang efektif, kita tidak boleh mengabaikan potensi risiko yang terkait dengan penggunaan AI," kata President Director and Partner Kearney Indonesia, Shirley Santoso dalam pernyataannya.

Meskipun para eksekutif optimistis tentang manfaat AI bagi efisiensi dan inovasi, mereka juga menyoroti  kemungkinan penggusuran tenaga kerja dan risiko privasi data.

Laporan ini menyebutkan bahwa mayoritas eksekutif setuju AI akan berdampak pada organisasi dalam lima tahun, dan hampir semua menekankan pentingnya pemahaman kepemimpinan terhadap teknologi ini.

Untuk itu, laporan ini menyatakan setidaknya terdapat empat risiko kunci yang harus diprioritaskan oleh para pemimpin antara lain:

Bias Data: Kualitas output model AI secara langsung terkait dengan data yang dilatih. Jika data latihan tidak mencerminkan keberagaman dunia nyata secara seimbang, AI dapat menghasilkan hasil yang bias.

Halusinasi Data: Model AI generatif sangat akurat tetapi tetap 100% yakin bahkan saat salah. Hal ini memerlukan proses keterlibatan manusia untuk terus memverifikasi hasil model.

Biaya yang Membengkak: Seiring dengan meningkatnya volume data yang disimpan oleh platform AI, biaya pengumpulan, penyimpanan, dan pemrosesan juga meningkat.

Ketergantungan dan Reliabilitas: Ada kekhawatiran tentang ketergantungan pada AI dan keandalannya.