Bagikan:

JAKARTA - CEO dan Co-Founder Sendbird, John Kim mengungkapkan bahwa chatbot bertenaga AI generatif memiliki beberapa manfaat seperti, meningkatkan produktivitas organisasi, kecepatan komunikasi, dan keterlibatan pelanggan.

Meskipun demikian, kekuatan AI generatif ini juga menimbulkan masalah etika yang muncul, seperti permasalahan seputar keamanan, kepercayaan, dan kepemilikan. 

Di World Economic Forum (WEF) 2024, dengan banyaknya konten yang dihasilkan AI saat ini, para pemimpin memperdebatkan apakah prompt harus dilindungi hak ciptanya, dan bagaimana cara membedakan antara konten buatan manusia dan buatan mesin.

Namun sebelum melangkah ke regulasi pemerintah yang ketat, Kim berpendapat bahwa industri harus mulai melindungi pelanggannya dengan mengembangkan pedoman pembatasan konten, pemanfaatan teknologi moderasi, dan otentikasi pihak-pihak yang berkomunikasi.

Menurutnya, pelaku bisnis yang menerapkan AI harus memastikan privasi dan keamanan data penggunanya, serta menghindari bias algoritma dan kesalahan informasi dalam komunikasi chatbot AI mereka.

Contohnya, OpenAI menawarkan tools untuk memoderasi konten berdasarkan kebijakan penggunaannya. Google juga telah mengumumkan moderasi kebijakan konten hasil AI, yang mulai berlaku pada tanggal 31 Januari 2024. 

"Berdasarkan kebijakan ini, Google mewajibkan pengembang aplikasi Android untuk menyertakan petunjuk bagi pengguna untuk melaporkan konten hasil AI yang menyinggung pada aplikasi-aplikasi di Google Play," jelas Kim.

Untuk mengatasi tantangan ini, Sendbird berkomitmen untuk berkontribusi pada lingkungan yang aman dan positif untuk interaksi online, sekaligus memanfaatkan potensi transformatif AI untuk meningkatkan komunikasi bisnis.