JAKARTA - Berdasarkan data dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), jumlah transaksi aset kripto di Indonesia mencapai Rp122,8 triliun per November 2023.
Sebagai informasi, jumlah tersebut mengalami penurunan sebesar 58 persen (yoy), dari tahun sebelumnya pada periode yang sama sebesar Rp296,66 triliun.
Menurut Wakil Ketua Umum Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (ASPAKRINDO) Yudhono Rawis, salah satu sebab penurunan tersebut adalah beban tarif pajak yang terlalu besar dan belum dijalankan secara adil.
Menurut Yudho, penyesuaian tarif pajak yang tidak membebani pengguna dapat meningkatkan pendapatan pajak secara bertahap dan menjadi solusi yang menguntungkan bagi pertumbuhan industri kripto domestik.
“Salah satu solusi mungkin dapat dipertimbangkan adalah mengurangi tarif pajak PPN untuk transaksi kripto. Hal ini akan membuat skema pajak kripto lebih adil, tetapi tidak terlalu membebani pelaku usaha kripto,” ujar Yudho dalam pernyataan yang diterima.
Lebih lanjut, Yudho juga memberikan solusi lainnya seperti implementasi program Tax Amnesty khusus untuk subyek pajak yang memiliki aset kripto di luar negeri.
Dengan adanya program Tax Amnesty, Yudho berpendapat bahwa pemerintah dapat mendorong repatriasi dana serta deklarasi aset kripto yang dimiliki warga negara Indonesia di luar negeri.
BACA JUGA:
“Hal ini tidak hanya akan meningkatkan kepatuhan pajak tetapi juga potensial pendapatan pajak dari sektor kripto,” paparnya.
Selain itu, Yudho juga berpendapat bahwa perlakuan terhadap kripto sebagai sekuritas, bukan komoditas, akan mengurangi beban pajak bagi pengguna.
“Skema pajak kripto seharusnya mirip dengan saham, di mana pajak PPh hanya dikenakan saat menjual. Ini didasarkan pada kesamaan karakteristik antara saham dan kripto sebagai aset keuangan digital yang diperjualbelikan dengan potensi keuntungan,” pungkas Yudho.