JAKARTA - Dalam upaya untuk meningkatkan pendapatan negara, pemerintah Laos, tampaknya sedang memperhatikan sektor kripto di negara tersebut.
Menurut laporan 9 November oleh agensi berita negara China, Xinhua News, yang mengutip laporan dari Lao People's Army News, operator kripto di negara Asia Tenggara tersebut masih memiliki tunggakan pajak dan biaya lisensi sebesar 20 juta dolar AS (Rp313 miliar). Sebelumnya, Laos telah memberikan izin kepada 15 perusahaan blockchain untuk menambang kripto atau beroperasi sebagai bursa demi memperluas arus pendapatan pemerintah.
Namun, seperti yang dijelaskan oleh Perdana Menteri Laos, Sonexay Siphandone, dua perusahaan dalam inisiatif baru ini "tidak membuat kemajuan" sama sekali. Sementara itu, beberapa lainnya belum membayar kewajiban pembayaran mereka kepada negara.
Sonexay juga mencatat bahwa sejak pemerintah menetapkan kewajiban pajak, harga kripto secara keseluruhan telah turun 50%. Oleh karena itu, Laos akan mengurangi saldo yang terhutang oleh perusahaan kripto sebesar 50% juga.
BACA JUGA:
Dengan keputusan itu, perusahaan-perusahaan tersebut mulai membayar biaya mereka, dan diharapkan bahwa semua biaya akan diselesaikan sepenuhnya pada akhir tahun. Namun, Sonexay juga memperingatkan bahwa perusahaan yang tertinggal dalam kemajuan mereka akan memiliki operasinya ditangguhkan atau dikenai denda, atau lisensinya dicabut.
Laos menghadapi krisis tahun ini dengan kekeringan yang berlangsung antara Januari dan Juni. Bencana tersebut, di antara banyak korban lainnya, memaksa perusahaan distribusi listrik milik negara, Électricité du Laos, untuk menghentikan pasokan listrik ke operasi penambangan kripto negara.
Pada bulan Mei, Laos menguraikan beberapa prinsip kunci untuk transformasi digitalnya, di antaranya adalah penggunaan teknologi digital untuk menghasilkan pendapatan fiskal baru, memperkuat cadangan devisa, menekan inflasi, dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.