Bagikan:

JAKARTA - Saat ini, pemerintah Indonesia bersama berbagai lembaga dan kementerian, termasuk Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sedang gencar-gencarnya melakukan pemblokiran konten judi online dan pinjaman online di media sosial.

Meskipun sudah melakukan berbagai upaya, mulai dari men-takedown konten hingga memblokir rekening yang digunakan untuk judi online dan pinjol, namun konten tersebut masih banyak bertebaran di dunia maya. 

Kenapa Konten Pinjol Ilegal dan Judi Online Masih Banyak? 

Menurut Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kominfo, Usman Kansong, penanganan untuk kasus ini tidak cukup hanya melakukan takedown konten saja, melainkan harus menggunakan banyak cara lain juga. 

"Ini penanganannya memang harus komprehensif, tidak cukup hanya di takedown.  Tetapi harus ada rumus-rumus lain. Ya misalnya OJK, ini kan yang memberikan izin ya untuk financial technology atau fintech. Ya selama ini kita bekerja sama dengan OJK.  Kemudian  OJK juga harus ada penegakkan hukum," kata Usman kepada VOI belum lama ini. 

Terkait dengan penegakkan hukum untuk orang-orang yang terlibat dalam kasus pinjol dan judi online, Kominfo dan OJK juga turut bekerja sama dengan aparat kepolisian atau POLRI. 

Apa yang Harus Dilakukan? 

Usman juga menegaskan, untuk memberantas konten-konten tersebut pemerintah harus melakukannya mulai dari hulu hingga ke hilir. Atau, mulai dari edukasi literasi keuangan oleh OJK dan Kominfo. 

"Hulunya apa? Diliterasi keuangan yang dilakukan oleh OJK berkaitan dengan Kominfo.  Kita literasi masyarakat agar hati-hati, ketika meminjam periksa betul-betul apakah pinjolnya itu legal atau illegal," jelas Usman. 

Selanjutnya, Usman mengatakan bahwa OJK juga ini juga harus cermat dalam memberikan izin. Setelah itu, OJK berhak memberikan white list untuk pinjol ilegal. 

"Di hulu di tengah, nah ini kerjanya Kominfo nih di tengah.  Di tengah itu ngapain?  Takedown kalau ada konten-konten pinjol.  Di hilirnya itulah yang namanya penegakkan hukum," tambahnya.

"Jika ada unsur kekerasan ketika menagih, kemudian ada unsur pencurian data.  Kan itu dilarang oleh undang-undang. Jadi komprehensif penanganannya. Kalau cuma takedown ini kan terkait dengan teknologi ya, teknologi ini berkembang. Bisa saja mereka muncul dengan domain baru," pungkas Usman.