Bagikan:

JAKARTA - Perdana Menteri India, Narendra Modi, telah mengajak kolaborasi global dalam merumuskan regulasi kripto selama pertemuan tahunan Kelompok 20 (G20). Sebagai presiden G20, India telah mengambil tugas untuk mendorong kerangka global komprehensif dalam mengatur mata uang kripto.

G20 terdiri dari 19 negara dan Uni Eropa, mewakili ekonomi utama dunia yang berkembang dan berkembang, dan memimpin kerja sama ekonomi internasional yang berperan penting dalam memperkuat arsitektur dan tata kelola global mengenai semua isu ekonomi internasional utama.

Dalam sebuah wawancara dengan surat kabar lokal, Modi berbicara tentang peran teknologi baru seperti blockchain dan kripto. Modi mencatat bahwa sifat teknologi baru ini akan memiliki dampak global. Oleh karena itu, aturan, regulasi, dan kerangkanya tidak boleh hanya dimiliki oleh satu negara atau sekelompok negara.

Modi memberikan contoh industri penerbangan dan mengatakan bahwa, seperti aturan dan regulasi umum yang mengatur pengendalian lalu lintas udara atau keamanan udara, teknologi baru seperti kripto juga seharusnya diatur secara global. Dia juga menambahkan bahwa India berkontribusi dalam percakapan regulasi kripto.

"Presidensi G20 India memperluas percakapan kripto di luar stabilitas keuangan untuk mempertimbangkan implikasi makroekonomi yang lebih luas, terutama untuk pasar dan ekonomi berkembang. Presidensi kami juga menyelenggarakan seminar dan diskusi yang berharga, memperdalam wawasan tentang aset kripto," kata Modi, dikutip Cointelegraph.

Pada 1 Agustus, India merilis catatan kepresidenan yang mencakup masukan negara tersebut mengenai kerangka global untuk kripto. Saran-saran mengenai kerangka kripto sejalan dengan pedoman yang ditulis oleh Financial Stability Board, Financial Action Task Force, dan Dana Moneter Internasional. Catatan tersebut juga berisi saran tambahan yang difokuskan pada ekonomi berkembang.

India telah mendorong kerangka kripto global dalam waktu yang cukup lama meskipun lingkungan regulasi kripto dalam negeri masih kompleks, kurang jelas, dan dikenai pajak tinggi. Negara tersebut memberlakukan pajak 30% atas keuntungan kripto pada tahun 2022, yang mengakibatkan banyaknya perusahaan kripto pemula yang meninggalkan dan penurunan tajam dalam aktivitas perdagangan kripto.