DPR AS Mulai Larang Staf Gunakan ChatGPT
House of Representatives atau Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Amerika Serikat (AS) melarang penggunaan ChatGPT kecuali versi berbayar. (foto: dok. pexels)

Bagikan:

JAKARTA - House of Representatives atau Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Amerika Serikat (AS) baru saja menetapkan larangan penggunaan ChatGPT kecuali versi berbayar.

Anggota parlemen dan para staf yang ingin menggunakan chatbot berbasis Kecerdasan Buatan (AI) itu harus memilih ChatGPT Plus atau versi berbayarnya.

Dalam pengumumannya, Kepala Administrasi DPR Catherine L. Szpindor mengatakan, tidak ada versi lain dari perangkat lunak ChatGPT atau Model Bahasa Besar (LLM) lainnya yang diizinkan untuk digunakan di DPR saat ini.

Sebab, dikatakan Szpindor, versi ChatGPT Plus memiliki fitur privasi penting yang diperlukan untuk melindungi data di DPR, yang mana OpenAI sebagai pencipta menetapkan harga berlangganan 20 dolar AS (Rp300 ribuan) per bulan.

Szpindor menekankan, penggunaan ChatGPT Plus juga tidak dapat semena-mena. Anggota parlemen dan staf hanya dapat menggunakannya untuk tujuan penelitian dan evaluasi.

"ChatGPT Plus telah disahkan sementara oleh Komite Administrasi DPR AS dengan ketentuan dan batasan," jelas Szpindor.

"Kantor DPR berwenang untuk bereksperimen dengan chabot tentang bagaimana alat itu dapat berguna untuk operasi kongres, tetapi staf tidak boleh menggunakannya ke dalam alur kerja reguler," imbuhnya.

Mereka juga dilarang menempelkan blok teks apa pun yang belum dipublikasikan ke dalam chatbot. Szpindor menuturkan, hal ini agar menghindari riwayat obrolan tidak digunakan lagi oleh LLM.

"Produk hanya digunakan dengan data non-sensitif. Jangan tempel blok teks apa pun yang belum dipublikasikan ke dalam chatbot. Produk harus digunakan dengan pengaturan privasi diaktifkan," ujar Szpindor.

"Pengaturan ini memastikan bahwa riwayat Anda tidak disimpan dan interaksi Anda tidak dimasukkan kembali ke dalam model bahasa besar," tambahnya.

Melansir The Verge, Selasa, 27 Juni, pengumuman DPR AS tak berselang lama setelah beberapa raksasa teknologi, termasuk Samsung dan Apple membatasi atau melarang karyawan menggunakan alat AI generatif seperti ChatGPT.

Perusahaan mengutip kekhawatiran data rahasia mungkin bocor melalui alat tersebut akibat beberapa kesalahan privasi oleh OpenAI sebelumnya. Seperti bug yang untuk sementara waktu membuka riwayat obrolan pengguna satu sama lain.