JAKARTA - Badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) masih terus berlanjut, kali ini menimpa lebih dari 700 karyawan LinkedIn. Perusahaan juga berencana menutup aplikasinya di China.
Kepala Eksekutif LinkedIn, Ryan Roslansky dalam pengumumannya kepada karyawan menyatakan alasan PHK ini sebagai dampak penutupan layanan di China serta pergeseran perilaku pelanggan dan pertumbuhan pendapatan yang lebih lambat.
“Dengan pasar dan permintaan pelanggan yang lebih berfluktuasi, dan untuk melayani pasar yang sedang tumbuh dan berkembang secara lebih efektif, kami memperluas penggunaan vendor,” ungkap Roslansky.
“Kami juga menghilangkan lapisan, mengurangi peran manajemen, dan memperluas tanggung jawab untuk membuat keputusan lebih cepat," imbuhnya.
Namun, tidak disebutkan berapa banyak PHK yang akan terjadi di China. LinkedIn juga akan menutup aplikasi InCareer, versi sederhana dari layanan internasionalnya, pada Agustus.
Pengguna aplikasi InCareer hanya dapat mencari pekerjaan dan tidak bisa memposting atau membagikan artikel seperti yang mereka lakukan di LinkedIn.
"Setelah mempertimbangkan dengan hati-hati, kami telah membuat keputusan untuk menghentikan InCareer efektif 9 Agustus 2023," ujar LinkedIn dalam sebuah pernyataan.
"Terlepas dari kemajuan awal kami, InCareer menghadapi persaingan yang ketat dan iklim ekonomi makro yang menantang, yang pada akhirnya membawa kami pada keputusan untuk menghentikan layanan tersebut," sambungnya.
Sebagai bagian dari perombakan strategisnya, LinkedIn mengatakan akan membuka lebih dari 250 peran baru di bagian tim operasinya serta tim manajemen bisnis mulai 15 Mei.
BACA JUGA:
LinkedIn sebelumnya juga telah mem-PHK hampir 1.000 karyawan pada Juli 2020, atau sekitar enam persen dari tenaga kerja globalnya. Pada saat itu, bisnis LinkedIn mengalami penurunan perekrutan karena perusahaan mem-PHK staf atau membatasi rekrutmen secara drastis.
Saat LinkedIn memulai versi bahasa Mandarin dari situs webnya pada 2014, LinkedIn cukup mengambil jalan berbeda dari Facebook dan Google.
Perusahaan bermitra dengan perusahaan lokal dan mulai menyensor konten jutaan pelanggan China sesuai dengan hukum yang ketat, seperti dikutip dari Seattle Times dan DailyMail, Rabu, 10 Mei.
Terakhir, Roslansky mengungkapkan akan mempertahankan kehadirannya di China untuk membantu perusahaan yang beroperasi di negara tersebut mempekerjakan dan melatih karyawan dari luar negeri.