JAKARTA - Beberapa pemangku kepentingan dalam industri kripto mengkritik penerbit USDT, Tether, karena memasukkan alamat validator ke dalam daftar hitam setelah alamat tersebut menguras dana sebesar 25 juta dolar AS (Rp371 miliar) dari bot nilai ekstraksi maksimal (MEV).
Kejadian ini terjadi pada tanggal 3 April lalu saat bots MEV kehilangan lebih dari 20 juta dolar AS (Rp296 miliar) dalam transaksi sandwich trade yang dieksekusi. Alamat yang dimasukkan dalam daftar hitam berhasil memanfaatkan bug dalam relay pemacu MEV untuk membalikkan transaksi bot dan mengambil 3 juta USDT serta 22 juta dolar AS (Rp326 juta) dalam token ERC-20.
Kritik terhadap Tether pun mengemuka dari beberapa tokoh dalam komunitas kripto. Pendiri Polygon, Jaynti Kanani, menggambarkan insiden ini sebagai "preseden buruk," sementara detektif on-chain ZachXBT menyebutnya "mengecewakan." Pendiri Fastlane, Thogard, bahkan menyebut kejadian ini sebagai "pengembangan DeFi yang paling mengkhawatirkan tahun 2023."
Thogard menambahkan, "Para 'korban' bot telah menandatangani transaksi dan mengirimkannya ke relay. Mereka dieksekusi. Eksploitasi tersebut tidak terjadi di DeFi. Blokir Tether menyiratkan bahwa mereka memiliki pendapat tentang konsensus/lapisan sosial ethereum," sebagaimana dikutip dari CryptoSlate.
BACA JUGA:
Terkait alasan Tether memasukkan alamat tersebut dalam daftar hitam, anggota komunitas kripto berspekulasi mengenai hal tersebut. Investigator on-chain ZachXBT percaya bahwa Tether kemungkinan telah mendapatkan perintah pengadilan untuk memasukkan wallet tersebut dalam daftar hitam, sementara yang lain mengatakan bahwa ini merupakan bukti adanya orang yang berpengaruh di balik bots MEV tersebut.
"Tether secara rutin bekerja sama dengan lembaga penegak hukum di seluruh dunia sebagai bagian dari komitmen kami terhadap kerjasama, transparansi, dan akuntabilitas,” tulis juru bicara Tether dikutip dari CryptoSlate.
“Kami menghormati permintaan resmi untuk sementara membekukan dana dan bangga atas peran kami sebagai pemimpin industri dalam mempromosikan kerjasama antara industri dan otoritas pemerintah," tambah jubir tersebut.
Bot MEV adalah trader frekuensi tinggi otomatis yang bergantung pada kecepatan dan kompleksitas blockchain untuk menangkap peluang arbitrase. Transaksi sandwich trade yang ingin dieksekusi oleh bot tersebut akan memanfaatkan para trader dengan melakukan front-running terhadap transaksi mereka.
Kritik terhadap tindakan Tether dalam memasukkan alamat validator dalam daftar hitam tersebut menjadi sorotan di kalangan pemangku kepentingan kripto. Para pelaku di pasar kripto menilai bahwa tindakan tersebut berdampak buruk dan membuka preseden yang tidak baik dalam industri ini.