Ikuti Jejak AS, Jepang Batasi Ekspor Peralatan Pembuatan Chip ke China
Jepang membatasi peralatan manufaktur chip ke luar negeri, khususnya di China. (foto: dok. pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Jepang bergabung dengan Amerika Serikat (AS) dan Belanda untuk membatasi peralatan manufaktur chip ke luar negeri, khususnya di China.

Menteri Ekonomi, Perdagangan dan Industri Jepang, Yasutoshi Nishimura mengatakan aturan tersebut akan mulai berlaku pada Juli mendatang, dengan memperketat ekspor peralatan manufaktur semikonduktor canggih.

Sehingga perusahaan China memiliki waktu setidaknya tiga bulan untuk mendapatkan alat yang mungkin mereka butuhkan. Keputusan ini diperkirakan akan mempersulit perusahaan teknologi tinggi Jepang untuk mengekspor barang-barang tersebut ke China.

Seperti raksasa pengecoran di China, SMIC dan pemimpin memori NAND YMTC tidak akan dapat membeli peralatan yang dibutuhkan untuk membuat chip.

Sebanyak 23 jenis peralatan canggih yang tunduk pada kontrol ekspor Jepang, meliputi semua mesin litografi perendaman, peralatan etsa, alat yang digunakan untuk pemolesan wafer kimia (pembersihan pasca-CMP), dan penguji topeng ultraviolet (EUV) ekstrim. Perangkat ini dibuat oleh sepuluh perusahaan, termasuk Lasertec, Nikon, Screen Holdings, dan Tokyo Electron.

Saat aturan ini berlaku, Nishimura menjelaskan, dibutuhkan prosedur yang lebih ketat untuk mengekspor ke sekitar 160 tujuan seperti China, sementara 42 wilayah, termasuk AS, Korea Selatan, dan Taiwan diakui oleh Jepang memiliki kontrol ekspor yang memadai.

Bagi semua ekspor ke negara-negara yang tidak diakui secara formal, mereka akan memerlukan persetujuan dari kementerian tersebut. Langkah-langkah baru ini, dikatakan Nishimura bertujuan untuk mencegah pengalihan peralatan pada penggunaan militer.

Keputusan Jepang mengikuti langlah yang diambil pada Oktober 2022 oleh AS, di mana pihaknya telah melarang perusahaan China membeli chip canggih dan peralatan pembuat chip tanpa lisensi.

Aturan tersebut juga membatasi kemampuan warga Negeri Paman Sam itu untuk memberikan dukungan bagi pengembangan atau produksi chip di fasilitas tertentu di China.

Awal bulan ini, Belanda juga meluncurkan pembatasan baru pada penjualan teknologi semikonduktor ke luar negeri, dengan alasan perlunya melindungi keamanan nasional, seperri dikutip dari CNN Internasional dan Tom's Hardware, Senin, 3 April.

Menanggapi hal tersebut, juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Mao Ning menyatakan langkah Jepang sangat disengaja dan mengacaukan industri global. Dia mengklaim, akan merugikan negara itu sendiri.

"Mempersenjatai masalah ekonomi, perdagangan, dan teknologi untuk dengan sengaja mengacaukan rantai industri global hanya akan merugikan orang lain dan merugikan diri sendiri," tutur Ning.