Bagikan:

JAKARTA - TikTok telah mengumumkan rencana keamanan data baru yang disebut "Proyek Clover", di tengah tekanan yang semakin meningkat dari para pembuat kebijakan di kedua sisi Samudera Atlantik.

Baru-baru ini, Parlemen Eropa, Komisi Eropa, dan Dewan UE melarang TikTok dari ponsel staf karena kekhawatiran yang semakin meningkat tentang perusahaan ini, yang dimiliki oleh perusahaan China, ByteDance, dan apakah pemerintah China dapat mengumpulkan data pengguna atau memajukan kepentingannya.

Sementara itu, Gedung Putih telah mendukung legislasi yang memberikan administrasi kekuatan baru untuk melarang aplikasi video milik China TikTok dan teknologi asing lainnya jika mereka merupakan ancaman bagi keamanan nasional.

Dalam konferensi pers pada Rabu, 8 Maret, TikTok mengatakan bahwa mereka akan mulai menyimpan data pengguna Eropa secara lokal tahun ini, dengan migrasi berlanjut hingga tahun 2024.

Sebagai bagian dari langkah ini, perusahaan tersebut mengonfirmasi bahwa mereka akan segera membuka pusat data kedua di Irlandia, dan satu lagi di wilayah Hamar di Norwegia. Pusat data ini akan dioperasikan oleh pihak ketiga yang tidak diungkapkan.

"Kami adalah perusahaan yang mematuhi peraturan. Katakanlah apa masalahnya, dan mari kita bekerja sama mencari solusinya. Itu telah menjadi pendekatan kami di AS, dan itu juga menjadi pendekatan kami di tempat lain," kata Theo Bertram, Wakil Presiden Hubungan Pemerintah dan Kebijakan Publik, seperti dikutip Reuters.

"Kami sangat terbuka untuk pemerintah, regulator, dan ahli memberikan nasihat dan saran kepada kami tentang bagaimana kami dapat melakukannya lebih efektif," tambahnya.

Perusahaan tersebut mengatakan bahwa mereka akan mengurangi transfer data di luar wilayah, dan mengurangi akses karyawan ke data pengguna secara internal.

TikTok telah menerapkan strategi serupa di AS, yang disebut "Proyek Texas", dalam upaya untuk meredakan kekhawatiran para pembuat kebijakan.