Bagikan:

JAKARTA - Seorang pejabat pemerintah Polandia mengatakan pada  Rabu, 1 Maret,  bahwa Rusia berada di balik serangan peretasan yang memblokir akses pengguna ke sistem pengajuan pajak online, di tengah ketegangan tinggi yang berkelanjutan antara Warsawa dan Moskow terkait perang di Ukraina.

Pejabat Barat mengatakan bahwa pemerintah Rusia adalah pemimpin global dalam peretasan dan menggunakan cyber-espionage terhadap pemerintah asing. Sementara pihak Moskow secara konsisten membantah melakukan operasi peretasan.

"Orang Rusia bertanggung jawab atas serangan kemarin, itu harus dibuat jelas. Kami memiliki informasi yang membuat sangat mungkin bahwa ini adalah lawan," kata Janusz Cieszynski, pejabat yang bertanggung jawab atas digitalisasi, kepada stasiun televisi Polsat News.

Dilaporkan oleh Reuters, Kedutaan Rusia di Warsawa mengatakan dalam tanggapan yang dikirim melalui email meminta komentar bahwa mereka "sudah terbiasa dengan fakta bahwa di Barat, Anda sekarang dapat menuduh Rusia dengan apa saja tanpa bukti. Ini adalah kasus lain dalam gaya yang sudah dikenal dengan mengatakan 'sangat mungkin'".

Cieszynski mengatakan bahwa serangan tersebut terdiri dari denial of service yang didistribusikan (DDoS) tetapi tidak ada bocoran data pajak.

"Ini adalah serangan yang memblokir akses ke situs, tetapi tidak memblokir keamanan dan tidak menempatkan data kita pada risiko," kata Janusz.

Beberapa negara yang pernah menuduh Rusia berada di balik serangan siber di negara mereka antara lain Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Jerman, Belanda, Ukraina, Georgia, dan Estonia.

Serangan siber yang dilakukan Rusia di negara-negara tersebut beragam, namun beberapa di antaranya termasuk:

  1. Serangan siber terhadap jaringan listrik di Ukraina pada tahun 2015 dan 2016 yang menyebabkan pemadaman listrik massal.
  2. Serangan siber terhadap DNC (Dewan Nasional Demokrat) pada tahun 2016, yang menargetkan komunikasi politik dan kampanye presiden Hillary Clinton.
  3. Serangan siber terhadap pemerintah Jerman pada tahun 2015 dan 2018, yang menyebabkan peretasan data dan pencurian informasi rahasia.
  4. Serangan siber terhadap pemerintah Prancis selama pemilihan presiden pada tahun 2017, dengan tujuan mempengaruhi hasil pemilihan.
  5. Serangan siber terhadap pemerintah Inggris pada tahun 2018 dan 2020, yang menargetkan instansi pemerintah dan badan-badan intelijen.

Sementara itu tidak ada laporan yang menunjukkan bahwa Rusia melakukan serangan siber terlebih dahulu ke Ukraina sebelum invasi militer pada tahun 2014. Namun, sejak awal konflik, baik pemerintah Ukraina maupun kelompok swasta telah dilaporkan menjadi target serangan siber yang berasal dari Rusia.

Serangan tersebut meliputi pembobolan akun email, serangan DDoS (Distributed Denial of Service), dan serangan perangkat lunak berbahaya yang bertujuan untuk mencuri data rahasia atau merusak sistem. Serangan siber ini telah menyebabkan kerugian besar dalam hal keamanan nasional dan ekonomi Ukraina.