JAKARTA - Tim astronom internasional baru saja mengintip ke dalam awan Chamaeleon I dengan menemukan banyak jenis es terdalam dan terdingin yang pernah ada, menggunakan Teleskop Luar Angkasa James Webb milik NASA.
Chamaeleon I adalah wilayah pembentuk bintang yang berjarak sekitar 500 tahun cahaya dari Bumi. Wilayah awan yang diamati oleh Teleskop Webb itu dikenal terisolasi dari formasi bintang saat ini dan sangat padat.
Hal tersebut membuatnya sangat dingin. Selain itu, para astronom juga mengidentifikasi bentuk beku dari berbagai macam molekul, mulai dari karbonil sulfida, amonia, dan metana, hingga molekul organik kompleks paling sederhana, metanol.
Itu adalah sensus paling komprehensif hingga saat ini dari bahan es yang tersedia untuk membuat generasi bintang dan planet masa depan, sebelum dipanaskan selama pembentukan bintang muda.
Kepekaan Teleskop Webb yang luar biasa dalam inframerah juga mampu menangkap spektrum serapan saat cahaya bintang melewati awan, memungkinkan untuk mengidentifikasi unsur-unsur yang merupakan kunci perkembangan planet mirip Bumi, seperti karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, dan belerang (dikenal sebagai CHONS).
Sebuah pernyataan dari University of Bern mencatat bahwa es yang ditemukan di Chamaeleon I telah mencatat rekor sebagai yang terdingin.
Teleskop Webb mengukur spesifikasi es ini pada suhu -263 derajat Celcius. Itu hanya 10 derajat Celcius di atas nol mutlak. Yang lebih penting dari suhu es adalah, ia terbuat dari apa.
Semua bahan CHONS dalam bentuk seperti karbonil sulfida, amonia, dan metana. Seperti yang dijelaskan, awan itu mengandung jejak metanol dan ketika digabungkan dengan molekul es lainnya, metanol dapat membentuk asam amino, yang merupakan bahan penyusun dasar protein.
Para astronom percaya, banyak dari senyawa-senyawa esensial untuk kehidupan ini terdapat di Bumi karena dampak komet dan asteroid. Pengamatan Teleskop Webb terbaru itu, menunjukkan bahan-bahan tersebut sudah terbentuk di awan molekul dingin yang akan memunculkan Tata Surya.
“Kami tidak dapat mengamati es ini tanpa Webb,” jelas ilmuwan proyek Webb di Space Telescope Science Institute di Baltimore, Maryland, Klaus Pontoppidan yang terlibat dalam penelitian ini, dikutip dari laman NASA, Senin, 30 Januari.
“Es muncul sebagai penurunan terhadap kontinum cahaya bintang latar belakang. Di daerah yang sedingin dan sepadat ini, sebagian besar cahaya dari bintang latar terhalang, dan kepekaan Webb yang luar biasa diperlukan untuk mendeteksi cahaya bintang dan karenanya mengidentifikasi es di awan molekuler," imbuhnya.
BACA JUGA:
Dengan menggunakan pengamatan Teleskop Webb terhadap Chamaeleon I, para astronom untuk pertama kalinya dapat memperkirakan jumlah belerang dalam es pra-bintang.
Meskipun levelnya lebih tinggi dari pengukuran sebelumnya, secara keseluruhan lebih rendah dari yang diharapkan, dan itu sama untuk semua elemen CHONS lainnya.
Hal ini menghadirkan tantangan bagi para astronom untuk menentukan di mana materi bersembunyi, misalnya, di dalam materi seperti jelaga atau batuan yang tidak akan muncul dalam spektrum serapan Teleskop Webb.
Penelitian ini merupakan bagian dari Ice Age Project, salah satu program sains rilis awal yang dilakukan oleh Teleskop Webb. Pengamatan lanjutan sudah direncanakan, yang mungkin dapat melacak perjalanan es dari keadaan awan molekuler hingga pembentukan komet es di sekitar Tata Surya baru.